Konservatisme sebagai suatu ideologi kembali mendapatkan perhatian dalam kehidupan bernegara masyarakat indonesia di beberapa tahun terakhir, hal ini disebabkan oleh adanya serangkaian ...pristiwa-pristiwa besar sehingga isu ideologi kembali mencuat kehadapan publik. Menyeruaknya isu ideologi dan keterlibatan framing media menyebabkan terbentuknya stigma negatif terhadap ideologi khususnya yang berlandaskan pada ajaran keislaman. Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menganalisa proses lahir dan berkembangnya konservatisme islam di Indonesia menggunakan pendekatan historis. Hasil telaah dan analisa ditemukan bahwa pengistilahan konservatisme akan selalu berkaitan dengan tradisionalitas masyarakat, namun perbedaan makna tradisional pada tiap-tiap negara akan menyebabkan terjadinya perbedaan bentuk-bentuk dari konservatisme. Makna tradisionalitas pada masayarakat indonesia lebih identik kepada golongan islam yang bila ditelusuri lebih jauh lagi, hal tersebut disebabkan oleh adanya propaganda Belanda untuk menciptakan rasa inferiority complex akibat adanya kekhawatiran terhadap terjadinya perlawan yang dimotori oleh golongan islam. Perjuangan islam untuk kembali menegakkan ajaran-ajaran keislaman ditengah kehidupan berbangsapun terus berlanjut dan berdinamika pasca Indonesia merdeka hingga kini dengan berbagai bentuk, salah satunya adalah partai politik yang menjadikan isyariat sebagai sine qua non dan raison d’ȇtre dari partai tersebut.
Perkembangan teknologi yang sangat masif di era disrupsi bukan hanya menimbulkan berbagai dampak positif bagi kehidupan, namun juga membuka jalan bagi berbagai permasalahan-permasalahan baru dalam ...kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini bertujuan guna meninjau latar belakang lahir dan berkembangnya teori kritis, serta relevansinya apabila diterapkan pada masyarakat industri 4.0. Penelitian ini menggunakan metode hermeneutik dalam menjelaskan realitas yang terjadi. Hasil analisis didapatkan bahwa lahirnya teori kritis disebabkan oleh adanya dominasi ilmu pengetahuan, manusia, serta budaya yang diakibatkan oleh berkembangnya positivisme, liberalisme dan kapitalisme pada masyarakat sehingga melahirkan cara pandang yang hanya dilandaskan pada pemikiran pragmatis dan kacamata sains, bahkan untuk mengamati suatu fenomena sosial yang tidak dapat dijelaskan dengan metode tersebut, hal ini juga sering disebut sebagai perspektif one dimensional man. Teori kritis sebagai counter discourse terhadap dominasi dan cara pandang one dimensional man bertujuan untuk menciptakan masyarakat kritis dan emansipatoris yang bukan hanya terpaku pada usaha memenuhi kebutuhan jasmani atau materil akan tetetapi juga rohani. Teori ini berkembang dalam tiga fase utama di mana pada tiap masing-masing fase tersebut, terdapat sejumlah tokoh yang berusaha menjelaskan teori kritis dari berbagai paradigma yang berbeda, serta berusaha saling mengkritisi guna mendapatkan formulasi teori kritis yang tepat. Namun, walaupun terdapat berbagai perbedaan, inti keseluruhan dari pemikiran tersebut bermuara pada kesimpulan di mana teori kritis diarahkan untuk pembentukan masyarakat kritis guna menangkal adanya perspektif one dimensional man yang jauh dari sifat emansipatoris. Hasil analisis juga didapatkan bahwa teori kritis masih sangat relevan diterapkan pada masyarakat dominasi industri 4.0, di mana teknologi dan kapitalisasi mengarah kepada dehumanisasi yang sangat ditentang oleh pemikiran ini, namun hal yang harus diperhatikan dalam menerapakannya agar dapat menciptakan masyarakat kritis dan emansipatoris yaitu penggunaan metode yang matang dalam proses aplikasinya, agar teori tersebut tidak mengarahkan pada suatu kerangka berpikir tertentu, sehingga membawa pada lahirnya dominasi baru.
This research was conducted on the basis of the lack of research that specifically reveals the process of Islamization of the Tellumpoccoe alliance based on historical facts available in the field. ...This study aims to reveal the process of Islamization of three major regions which include Bone, Soppeng, and Wajo. This study used a historical research method consisting of heuristics/collection of historical sources, external and internal criticism of historical sources, interpretation, and historiography/or historical writing. The results demonstrate that the beginning of the arrival of Islam in South Sulawesi was received openly by two major kingdoms namely Luwu in 1602 and Gowa in 1605. After the Kingdom of Gowa embraced Islam, the existence of an Ulu agreement between the Bugis-Makassar kings caused the Kingdom of Gowa to try spreading the religion of Islam peacefully but was rejected because of the suspicion of political motives to control other kingdoms. In response to this matter, a Telumpoccoe alliance was established by three kingdoms namely Bone, Soppeng, and Wajo to stem the invasion effort as well as the process of Islamization carried out by the Kingdom of Gowa. However, such great power possessed by the Kingdom of Gowa caused the failure of this alliance to maintain its existence. In the end, each kingdom that was incorporated into the alliance embraced Islam, namely Soppeng in 1609, Wajo in 1610, and Bone in 1611.Penelitian ini dilakukan dengan dasar masih kurangnya penelitian yang mengungkapkan secara spesifik terkait proses islamisasi aliansi Tellumpoccoe berdasarkan fakta-fakta historis yang tersedia di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap proses islamisasi tiga daerah besar yang meliputi Bone, Soppeng dan Wajo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis yang meliputi heuristik/pengumpulan sumber sejarah, kritik eksternal maupun internal terhadap sumber sejarah, interpretasi dan historiografi/atau penulisan sejarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal kedatangan Islam di Sulawesi Selatan diterima dengan terbuka oleh dua kerajaan besar yaitu Luwu pada tahun 1602 dan Gowa pada tahun 1605. Setelah kerajaan Gowa memeluk Islam, adanya perjanjian Ulu Ada antara raja-raja Bugis-Makassar menyebabkan Kerajaan Gowa mencoba menyiarkan agama Islam secara damai, akan tetapi ditolak karena adanya kecurigaan adanya motif politik untuk menguasai kerajaan lainnya. Sebagai respons terhadap hal tersebut, maka didirikanlah persekutuan Telumpoccoe oleh tiga kerajaan yaitu Bone, Soppeng dan Wajo guna membendung usaha invasi sekaligus proses islamisasi yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa. Akan tetapi, kekuatan begitu besar yang dimiliki oleh Kerajaan Gowa menyebabkan kegagalan aliansi ini untuk mempertahankan eksistensinya. Pada akhirnya masing-masing kerajaan yang tergabung dalam aliansi tersebut memeluk Islam, yaitu Soppeng pada tahun 1609, Wajo tahun 1610, dan Bone pada tahun 1611.
The study of the Sadranan Kali Sedandang tradition in Tlahab Temanggung as a source of learning local history and character education in the PPK movement in particular has not been carried out in ...depth by previous researchers. The purpose of the study is to analyze the history of Sadranan Kali Sedandang, the description of the implementation of Sadranan Kali Sedandang, and the values of character education based on local wisdom in the Sadranan Kali Sedandang tradition. The method used in this study is qualitative. The results showed that the history of Sadranan Kali Sedandang in general has a connection with the Shradda tradition that has existed since the time of the Majapahit Kingdom. Sadranan is also carried out as a form of the community's expression of gratitude for the ease of access to water and the abundance of crops. The tradition related to the expression of gratitude for the abundance of water is called Sadranan Kali Sedandang. The implementation of the Sadranan Kali Sedandang tradition begins with cleaning the environment, planting trees, praying together and Slametan. People bring various attributes such as offerings, tumpeng, ingkung from roosters, and market snacks. The Sadranan Kali tradition has the potential to be used as a source of learning local history and character education in the PPK movement.
The study of the Sadranan Kali Sedandang tradition in Tlahab Temanggung as a source of learning local history and character education in the PPK movement in particular has not been carried out in ...depth by previous researchers. The purpose of the study is to analyze the history of Sadranan Kali Sedandang, the description of the implementation of Sadranan Kali Sedandang, and the values of character education based on local wisdom in the Sadranan Kali Sedandang tradition. The method used in this study is qualitative. The results showed that the history of Sadranan Kali Sedandang in general has a connection with the Shradda tradition that has existed since the time of the Majapahit Kingdom. Sadranan is also carried out as a form of the community's expression of gratitude for the ease of access to water and the abundance of crops. The tradition related to the expression of gratitude for the abundance of water is called Sadranan Kali Sedandang. The implementation of the Sadranan Kali Sedandang tradition begins with cleaning the environment, planting trees, praying together and Slametan. People bring various attributes such as offerings, tumpeng, ingkung from roosters, and market snacks. The Sadranan Kali tradition has the potential to be used as a source of learning local history and character education in the PPK movement.
Conservatism as an ideology has regained attention in the life of the Indonesian people in recent years, this is due to the existence of a series of several major events so that the issue of ideology ...re-emerges before the public. Along with the rise of ideological issues, the involvement of media framing has led to the formation of negative stigma towards ideology, especially those based on Islamic teachings. This study aims to explore and analyze the process of birth and the development of Islamic conservatism in Indonesia using a historical approach. The results of the analysis that the term conservatism will always be related to traditionality, but the different traditional meanings in each country will cause different forms of conservatism. The meaning of traditionality in Indonesian society is more identical to Islamic groups which, if explored further, is caused by the existence of propaganda to create a sense of inferiority complex that is carried out by the Dutch due to fears of resistance led by Islamic groups. The Islamic struggle to re-establish Islamic teachings in the midst of national life continues after Indonesia's independence up to now with various forms, one of which is the political party that makes Islam the sine qua non and raison d'?tre of the party, these Islamic parties continue dwelling on the dynamics of Indonesian history to date which are detailed in this article.