Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap kejadian bencana, baik bencana alam, kegagalan teknologi maupun bencana karena ulah manusia hingga kedaruratan kompleks. Semua hal tersebut jika ...terjadi akan menimbulkan krisis kesehatan, antara lain : timbulnya korban massal, konsentrasi massal pengungsian, masalah pangan dan gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, terganggunya pengawasan vektor, penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, stres pasca trauma dan kelangkaan tenaga kesehatan. Hal ini tentunya akan mengganggu jalannya pembangunan, khususnya pembangunan bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan kader remaja tanggap bencana terhadap penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana di PMR SMA Negeri 8 Mataram. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment dengan one pre and post test design. Sejumlah 40 kader PMR diberikan pelatihan kader tanggap bencana dan diukur kesiapsiagaan bencana sebelum dan setelah pelatihan. Analisis data mengunakan uji paired t test. Hasil menunjukkan ada pengaruh pelatihan tanggap bencana terhadap kesiapsiagaan bencana dengan nilai p value sebesar 0,000 < 0,05. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi inovasi program bagi kader remaja untuk meningkatkan kesiapsiagaan bencana.
Vaksinasi merupakan bagian penting dari strategi penanggulangan Covid-19 yang bertujuan untuk memperlambat dan menghentikan laju transmisi/penularan. Salah satu strategi pemerintah untuk ...menggencarkan vaksinasi di masyarakat adalah melalui kader dasawisma. Namun demikian, meskipun kader dasawisma merupakan andalan pemerintah dalam menyukseskan program vaksinasi Covid-19, berdasarkan data Suku Dinas PPAPP Jakarta Timur masih banyak kader dasawisma Jakarta Timur yang belum bersedia divaksin. Oleh karena itulah dilakukan edukasi kesehatan yang dilakukan secara daring kepada kader dasawisma. Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperimental, diadakan pre-test dan post-test, dan menggunakan quota sampling. Berdasarkan output test statistik, diketahui asymp sig = 0,000, yang artinya ada perbedaan nyata pada tingkat pengetahuan kader dasawisma sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Dengan demikian, edukasi kesehatan ini dapat dianggap berhasil meningkatkan pengetahuan kader dasawisma mengenai vaksinasi Covid-19. Kader dasawisma juga diharapkan dapat menyebarluaskan poster yang berisi informasi kesehatan kepada anggota dan masyarakat sekitar. Kader dasawisma merupakan sasaran yang tepat untuk sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu untuk memberikan pengetahuan dan pandangan baru terkait vaksinasi.
Latar belakang: Pengobatan tuberkulosis jangka panjang dapat menimbulkan terjadinya efek samping yang menyebabkan kekhawatiran pada pasien. Efek samping yang dialami pasien berdampak pada kepatuhan ...berobat dan putus obat. Upaya mengendalikan terjadinya putus obat dibutuhkan peran apoteker dan kader dalam memantau pengobatan. Tujuan: mengeksplorasi persepsi pemahaman dan tindakan apoteker dan kader dalam pemantauan obat anti tuberkulosis. Metode: penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pemilihan partisipan menggunakan purposive sampling yaitu apoteker, kader dan penanggungjawab program TB yang terlibat dalam pemantauan pengobatan TB. Jumlah partisipan adalah enam orang. Hasil: transkrip wawancara dianalisis secara tematik menggunakan software QSR NVivo 12. Penelitian ini dikategorikan menjadi tiga tema : efek samping obat, kepatuhan minum obat, dan keberhasilan pengobatan. Kesimpulan: pemahaman dan tindakan apoteker dalam pemantauan pengobatan TB sudah baik. Sedangkan pemahaman dan tindakan kader mengenai efek samping obat belum cukup baik, namun mengenai pentingnya kepatuhan minum obat dan keberhasilan pengobatan sudah baik.
Status gizi menjadi sangat penting mengingat masa pertumbuhan pada 2 tahun pertama merupakan periode kritis bagi tumbuh kembang seorang anak. Kurang gizi pada anak merupakan masalah kesehatan ...masyarakat utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu bentuk kurang gizi pada anak adalah stunting. Angka stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2021 adalah sekitar 30,2%. Salah satu penyebab stunting adalah karena kurang pemahaman orang tua terhadap asupan gizi saat hamil dan pemenuhan gizi pada bayi. Kader posyandu sebagai salah satu orang terdekat masyarakat mempunyai peran penting dalam memberikan informasi. Namun, pemberian informasi kesehatan yang benar perlu didukung dengan adanya pemberdayaan atau pelatihan kepada kader posyandu. Berdasarkan survei data awal, pelatihan kader posyandu wilayah kerja Puskesmas Soropia terkait stunting belum pernah dilakukan. Tujuan kegiatan adalah untuk meningkatkan pengetahuan kader tentang stunting. Kegiatan dengan melibatkan bidan koordinator di Puskesmas Soropia dan kader posyandu Kecamatan Soropia yaitu 20 orang sebagai sasaran pembinaan. Hasil pengabdian menunjukkan rerata nilai pre-test pengetahuan adalah 60,00 dan rerata nilai post-test pengetahuan adalahn 90,00. Hasil pengabdian dapat disimpulkan terjadi peningkatan pengetahuan kader. Oleh karena itu, diharapkan kegiatan pelatihan pada kader posyandu dapat rutin dilakukan setiap tahun agar kader dapat mengedukasi ibu dan keluarganya sehingga dapat mendeteksi dini apabila ada stunting.
Latar Belakang: Penggerakan kader posyandu merupakan bentuk implementasi pilar ke-3 penanganan stunting yaitu konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional, daerah dan masyarakat. Peran ...kader yang baik dapat mempengaruhi status gizi balita karena mampu menjadi motivator dan edukator. Melalui analisis SWOT penggerakan masyarakat melalui kader menjadi strategi tepat yang dapat digunakan dalam penurunan stunting meskipun dalam pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan baik dari internal kader maupun eksternal kader.
Tujuan: mengeksplorasi peran kader, faktor pendukung, faktor penghambat dan strategi yang dilakukan selama menjalankan tugas dalam program penurunan stunting di wilayah kerja Puskesmas Wori.
Metode: jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus di wilayah kerja Puskesmas Wori. teknik pemilihan informan menggunakan purposive sampling yaitu sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang ditetapkan peneliti dengan jumlah informan utama sebanyak 8 dan informan tambahan 7 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, Focus Group Disscussion (FGD) dan observasi. Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara, alat dokumentasi dan alat perekam/ voice recorder. Penggolahan data mengguanak open code.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa peran kader untuk menjalankan tugasnya dalam penurunan stunting dipengaruhi beberapa faktor predisposing, penguat dan penghambat. Faktor predisposing terdiri motivasi dan keterampilan kader dalam membantu menurunkan angka stunting. Faktor penguat karena adanya dukungan dari puskesmas dan desa dengan pelibatan di pelatihan maupun kegiatan lain sehingga program penurunan stunting semakin maksimal. Dalam menjalankan tugas, kader juga mengalami hambatan dalam penerimaan di masyarakat. Ibu dengan balita stunting sulit menerima informasi dari kader karena faktor budaya dan ibu juga sulit untuk dilibatkan dalam kegiatan posyandu namun faktor tersebut dapat diatasi dengan keterampilan kader dalam berkomunikasi.
Kesimpulan: Peran kader sangat penting dan strategis dalam mendukung program puskesmas untuk menurunkan stunting. Dukungan yang besar baik material maupun non material membuat kader terus bersemangat dalam menjalankan tugas. Pentingnya pelatihan secara rutin dan refreshing mampu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi masyarakat.
Dalam profil Dinas kesehatan Kabupaten Jember Tahun 2016 masih ditemukan balita Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 1.825 balita. Kecamatan Arjasa merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Jember yang ...memiliki jumlah balita gizi buruk tertinggi sebanyak 87 balita (3,8%). Peran kader di Posyandu “Manggis 18, 15A, dan 15” belum optimal karena masih memiliki pengetahuan yang kurang terkait stunting dan cara pencegahannya. Kader juga belum berperan aktif dalam pengolahan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita. Salah satu bahan makanan lokal yang baik untuk PMT adalah daun kelor (Moringa Oleivera). Dengan demikian diperlukan peningkatan pengetahuan kader posyandu dalam pembuatan PMT berbahan dasar kombinasi kelor dan susu sapi sebagai upaya percepatan pencegahan stunting. Kegiatan dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang tata laksana stunting. Kegiatan pelatihan pembuatan PMT berbahan dasar kombinasi kelor dan susu sapi juga dilakukan dengan menghasilkan produk YOKE (Yoghurt Kelor) dengan varian rasa original, pandan dan the hijau. Selain itu juga terdapat produk nugget ayam maronggi. Perlu untuk merancang program lanjutan sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini yaitu pelatihan kewirausahaan produk PMT bagi untuk mendukung ekonomi kader Posyandu.
Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan hasil SSGI (Studi Status Gizi Indonesia) tahun 2022 bahwa prevalensi stunting turun dari tahun 2021 sebesar 24,4% menjadi 21,6% pada ...tahun 2022. Adanya kebijakan pemerintah untuk penurunan stunting 14% di tahun 2024 maka pada tahun 2023 diperlukan upaya penurunan stunting sebesar 3,8% per tahun. Kader merupakan orang yang dekat dengan masyarakat dan dapat membantu meningkatkan kesehatan ibu bayi. Metode Pelatihan Sturting meter dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan pada minggu ke 3 dan 4 di bulan Juni. Sturting meter merupakan alat pengukur tinggi badan pada anak stunting yang berbentuk papan pengukur tinggi badan sesuai dengan umur anak dalam bulan. Jika tinggi badan anak kurang dari tinggi sesuai umur maka anak mengalami stunting. Jumlah peserta 37 kader di Desa Sidomulyo, Banjarejo, Blora. Evaluasi dilakukan selama 2 bulan untuk mengetahui post pengetahuan kader dan implementasi penggunaan sturting meter di posyandu. Hasil Pengetahuan dengan uji paired t-test ada perbedaan pengetahuan kader setelah diberikan pelatihan sturting meter p=0.001 (p0.05). Simpulan Ada pengaruh sturting meter terhadap pengetahuan kader di Posyandu. Saran media sturting meter dapat digunakan di semua posyandu di kecamatan banjarejo kabupaten Blora dalam mengawasi pertumbuhan anak stunting.
Latar belakang: Stunting adalah masalah kesehatan gizi pada anak, yang terjadi sejak janin atau dari 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan akan muncul saat anak berusia dua tahun. Tujuan: ...Menganalisis hubungan pelatihan penggunaan antropometri dengan peningkatan kapasitas kader dalam mendeteksi stunting. Metode: Penelitian ini adalah kuantitatif observasional dengan rancangan cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 65 orang dengan kriteria inklusi yaitu kader bersedia menjadi responden dan masih aktif menjalankan tugasnya sebagi kader posyandu. Teknik sampling purposive sampling. Data primer diperoleh dari hasil wawancara melalui kuesioner online dan wawancara secara langsung. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan dengan uji chi-square. Hasil: Terdapat hubungan pelatihan penggunaan antropometri terhadap keenam variabel yang diteliti yakni pengetahuan kader (p=0,001), keterampilan kader mengukur panjang badan bayi (p=0,001), keterampilan menggunakan mikrotoise (p=0,001), keterampilan kader menggunakan timbangan bayi (p=0,004), keterampilan kader menggunakan dacin (p<0,001), dan keterampilan kader menggunakan timbangan injak (p<0,001). Kesimpulan: Pelatihan penggunaan antropometri berhubungan signifikan dengan pengetahuan kader, keterampilan kader mengukur panjang badan bayi, keterampilan kader menggunakan mikrotoise, keterampilan kader menggunakan timbangan bayi, keterampilan kader menggunakan dacin, dan keterampilan kader menggunakan timbangan injak dalam mendeteksi stunting.
Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia belum optimal, masalah utama adalah masih rendah kesadaran masyarakat. Dukungan kader yang terlatih membantu dalam suksesnya kegiatan ASI ekslusif pada ibu. ...Kegiatan ini bertujuan untuk pemantapan kembali peran kader ASI dalam pendampingan kelas ibu hamil sehingga meningkatkan keberhasilan ASI Eksklusif. Program pengabdian kepada masyarakat ini menggunakan metode dan media berupa penyuluhan terstuktur, focus group discussion dan praktik teknik edukasi ASI Eksklusif, Teknik Menyusui, Teknik Memerah ASI dan ASI eksklusif pada ibu bekerja. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada 24 Kader ASI di 8 Desa wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni II selama enam bulan. Hasil kegiatan adalah peningkatan pemahaman kader mengenai manajemen laktasi dengan nilai rata-rata pre test 90,5 dan post test 93,1. Pada saat pendampingan kader ASI dilakukan observasi kader saat pemberian edukasi pada ibu hamil mengenai persiapan laktasi dan didapatkan nilai rata-rata praktik dan pendampingan adalah 87,7 dan 85,5. Simpulan program revitalisasi kader ASI ditindaklanjuti dengan komitmen Puskesmas Kedungwuni II untuk melanjutkan kegiatan yang telah berjalan dengan pendampingan menyusui sejak ibu hamil sampai menyusui.
Pada bulan Maret 2018 didapatkan masih banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dengan alasan volume ASI yang dihasilkan oleh ibu sedikit bahkan tidak bisa keluar, ibu bekerja, tidak ada ...dukungan dari suami dan keluarga. Upaya yang telah diberikan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif di kelurahan Wonokromo adalah dengan memberikan penyuluhan kepada kader ASI dan ibu hamil tentang manfaat ASI eksklusif, cara menyusui dan memerah ASI, cara penyimpanan ASI. Namun, belum dilakukan pelayanan berupa pemantauan dan pendampingan dalam praktik pemberian ASI. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada kader ASI kelurahan Wonokromo tentang tentang pemberian pelayanan dalam praktik pemberian ASI sehingga masyarakat dapat mengidentifikasi masalah dalam praktik pemberian ASI serta dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini dikerjakan dengan desain kuasi eksperimen dengan pre posttest group design. Besar sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu 40 kader ASI kelurahan Wonokromo. Instrumen yang digunakan adalah lembar obervasi. Hasil yang diperoleh adalah terdapat peningkatan pelayanan dalam pemberian ASI oleh kader ASI.In March 2018, in Wonoromo Urban Village, 85 babies out of a total of 267 babies aged 0 - 6 months did not receive exclusive breastfeeding because the volume of milk produced by the mother was small and could not even come out, the mother worked, there was no support from her husband and family. Efforts that have been made to increase exclusive breastfeeding in the Wonokromo district are to provide counseling to breastfeeding cadres and pregnant women about the benefits of exclusive breastfeeding, how to breastfeed and express breastmilk, how to store breast milk. However, services in the form of monitoring and assistance have not been provided in the practice of breastfeeding. This study aims to provide knowledge and skills to the cadres of ASI in the Wonokromo district of providing services in breastfeeding practices so that the community can identify problems in breastfeeding practices and provide solutions to overcome these problems. This research was conducted with a quasi-experimental design with a pre posttest group design. The sample size used was total sampling, namely 40 ASI cadres in Wonokromo district. The instrument used was an observation sheet. The results obtained are that after being given training, the number of ASI cadres who can provide good service is 50%. The conclusion in this study is that training for breastfeeding cadres can improve services for breastfeeding mothers in breastfeeding. Continuous assistance and guidance is needed for breastfeeding cadres so they can provide quality services as an effort to increase the coverage of exclusive breastfeeding.