The eighteen articles in this book present fresh looks at the meaning of politics, praxis, labour, dialectics and modernity in the work of Czech philosopher Karel Kosík, best known for his book ...Dialectics of the Concrete.
Fatwa bagi tradisi umat islam merupakan salah satu media untuk menyampaikan hukum-hukum islam (shariah). Masyarakat muslim mempunyai kecenderungan untuk bertanya tentang banyak hal, pernikahan, ...muamalah, jinayah, ibadah dan persoalan-persoalan lainnya. Selain itu, keberadaan fatwa berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan agama umat muslim yang dijamin oleh undang-undang. Persoalannya adalah bagaimana jika antara fatwa dengan ketetapan pemerintah/ aturan hukum positif terjadi persinggungan yang tidak selaras apalagi bertolak belakang? Baik dengan hukum secara khusus maupun dengan keanekaragamaan suku, budaya dan ras yang berada di Indonesia. Hal ini mencuat misalnya pada kasus penodaan agama, fatwa keharaman rokok, serta awal ramadhan dan syawal yang sama sekali berbeda dengan ketetapan pemerintah. Pada posisi seperti ini sebenarnya, bagaimana posisi dan kedudukan fatwa dalam kehidupan umat muslim sebagai kaum beragama sekaligus warga negara, serta bagaimana sikap yang seharusnya dikedepankan?. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat Indonesia terkait pro dan kontra terhadap beberapa fatwa dengan analisis yang mendalam, lalu dikaitkan dengan kedudukan fatwa dalam sistem hukum positif (yang berlaku), serta urgensi fatwa bagi umat islam secara umum dan muslim indonesia secara khusus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa fatwa bagi umat islam Indonesia menduduki wilayah yang sangat urgen. Meski keberadaannya tidak masuk dalam sistem hukum positif di Indonesia, seandainya ada persinggungan yang tidak seirama antara keduannya, maka perwujudannya harus disikapi secara bijaksana, baik oleh negara, pembuat fatwa dan masyarakat Indonesia.
The aim of this article is to frame Adorno’s concept of ‘nonidentity’ in the context of German idealism, namely, the philosophies of Kant and Hegel. The thesis to be defended is that “Secularization ...of Metaphysics” entails relinquishing, as well as prolongation of the German idealist tradition. The argument is developed in the following steps: 1) the constitution of an autonomous transcendental subject is shown to be rooted in the idea of Enlightenment; 2) by reconstructing Adorno’s conception of truth as non-adaequatio, I claim that Adorno’s philosophy is conducted from the perspective of the end of philosophy; 3) the sociohistorical character of the concept of ‘nonidentity’ is discussed in relation to Adorno’s understanding of history; 4) the concept of ‘nonidentity’ is discussed as implying a continuation of the Kantian project on a metacritical level; 5) Adorno’s critique of Kant is reconstructed in the context of Hegel’s Faith and Knowledge.
In the last decade, a new approach has been developed called the scientific approach to understanding hadith (fiqh al-hadith). Interestingly, there is a theory that states that everything that is ...tested through a scientific approach has a principle that can always be falsified. From this, the assumption arises that if the truth of the hadith is already based on scientific theory, but later there is a revision that causes the theory to be falsified, then this will actually drop the validity of the hadith itself. Hegel's philosophical theory is a method that is considered appropriate to resolve these pros and cons. This study aims to answer how Hegel's dialectical theory works and its urgency in research. In addition, the pros and cons in the discourse of the scientific approach and how Hegel's dialectics can be applied within the scope of the study of fiqh al-hadith. This study uses a literature study method with a qualitative-descriptive approach. As a result, Hegel's dialectic turns out to be applicable in problems that arise from the contradiction of two things. Furthermore, the pros and cons in the scientific approach arise from efforts to understand the hadith and efforts to strengthen its validity. The pros and cons, after being analyzed using Hegel's dialectics, turned out to produce several solutions. First, only hadiths that explicitly mention natural phenomena can use a scientific approach. Second, science is only a support, not a basis for validity. Third, the hadith studied must always be positioned as an undeniable revelation from Allah. Abstrak Pada dekade belakangan, berkembanglah pendekatan baru yang disebut pendekatan saintifik untuk memahami hadis (fiqh al-hadis). Menariknya, terdapat teori yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diuji melalui pendekatan saintifik memiliki prinsip selalu dapat difalsifikasi. Dari sini, timbul asumsi jika kebenaran hadis yang sudah dilandasi dengan teori sains jika kemudian terdapat revisi yang menyebabkan teori tersebut difalsifikasi, maka hal ini justru akan menjatuhkan validitas hadis itu sendiri. Teori filsafat Hegel merupakan metode yang dianggap tepat untuk menyelesaikan pro-kontra ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab bagaimana teori dialektika Hegel bekerja serta urgensinya dalam penelitian. Selain itu, pro-kontra dalam diskursus pendekatan sains serta bagaimana dialektika Hegel dapat diterapkan dalam ruang lingkup kajian fiqh al-hadis. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Hasilnya, dialektika Hegel ternyata dapat diterapkan dalam masalah yang timbul dari pertentangan dua hal. Selanjutnya, pro-kontra dalam pendekatan saintifik timbul dari upaya untuk memahami hadis dan upaya untuk menguatkan validitasnya. Pro-kontra tersebut setelah dilakukan analisis menggunakan dialektika Hegel, ternyata menghasilkan beberapa pemecahan. Pertama, hanya hadis yang menyebutkan fenomena alam secara eksplisit yamh dapat menggunakan pendekatan saintifik. Kedua, sains hanya sebagai pendukung, bukan landasan validitas. Ketiga, hadis yang dikaji harus selalu diposisikan sebagai wahyu dari Allah yang tidak dapat dibantah
Frequent land conflicts are often unconsiderly triggered by ideological differences. This is also what can be felt in the land conflict between the Porto and Haria communities. Therefore, this ...research aimed to clearly take to surface these ideological motifs by utilizing the categorization of land ideology in the Old Testament proposed by Norman C. Habel. The results of this study showed that the two conflicting societies each have an ideology that also can be found in the land ideology in the Old Testament, namely the ideology of kingship and the ideology of the ancestors. Therefore, to mediate the conflict, it is necessary to offer another ideology that does not put pressure on land ownership claims, namely the ideology of prophethood.Abstrak. Konflik tanah yang sering dijumpai seringkali tanpa disadari dipicu oleh adanya perbedaan ideologi. Hal itu jugalah yang dapat dirasakan dalam konflik tanah masyarakat Porto-Haria. Oleh karena itu, kajian ini bermaksud untuk menampilkan secara jelas ke permukaan motif-motif ideologis tersebut dengan memanfaatkan kategorisasi ideologi tanah dalam Perjanjian Lama yang dikemukakan oleh Norman C. Habel. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kedua masyarakat yang berkonflik masing-masing memiliki ideologi yang mirip dengan ideologi tanah dalam Perjanjian Lama, yaitu ideologi kerajaan dan ideologi nenek moyang. Oleh karena itu untuk menengahi konflik tersebut perlu ditawarkan ideologi lainnya yang tidak menekankan pada klaim kepemilikan tanah, yaitu ideologi kenabian.
Any effort opoosing toward any form of radicalism is a part of the reactions to anti-radicalism. The spirit of anti-radicalism emerged as part of the people's resistance. Radicalism and ...anti-radicalism was dialectically interrelated. Although both are paradoxical, but always be united. Dialectic of radicalism and anti-radicalism interesting is once it was observed in boarding school life. The phenomena of Islamic radicalism is often associated with Islamic boarding schools in Indonesia. Some communities understood that the growing radicalism came from Islamic boarding schools. This view was based on the the many actors of violent Islamic radicalism were the alumni of boarding school. The reality may be true in certain cases, but they may not be generalized. This study explored the data on the perspective of Islamic boarding schools on the discourse and praxis of radicalism and anti radicalism and resistance patterns. The research results showed that the community of Islamic boarding schools rejected, oppossed and actively built the spirit of anti radicalism that was implemented in several patterns. The findings of these research was a synthesis of the thesis which had become the public discourse about radicalism and Islamic boarding school.
***
Upaya menentang segala bentuk radikalisme merupakan bagian dari reaksi anti radikalisme. Semangat anti radikalisme muncul sebagai bagian dari resistensi masyarakat. Radikalisme dan anti radikalisme saling berkaitan secara dialektis. Meskipun keduanya merupakan sesuatu yang paradoks, namun selalu menyatu. Dialektika radikalisme dan anti radikalisme menarik ketika dilihat dalam kehidupan pesantren. Fenomena radikalisme Islam seringkali dihubungkan dengan masyarakat pesantren di Indonesia. Beberapa kelompok masyarakat memahami radikalisme tumbuh dari pesantren. Pandangan tersebut didasari oleh banyaknya pelaku radikalisme Islam dalam bentuk kekerasan alumni pesantren. Realitas tersebut bisa jadi benar dalam kasus tertentu, tetapi tidak bisa digeneralisasi. Penelitian ini berupaya menggali data pandangan pesantren tentang wacana dan praksis radikalisme dan anti radikalisme serta pola resistensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pesantren menolak, menentang dan aktif membangun spirit anti radikalisme yang diwujudkan dalam beberapa pola. Temuan penelitian tersebut merupakan sintesis dari tesis yang selama ini menjadi wacana masyarakat tentang radikalisme dan pesantren.
Straipsnyje nagrinėjama, kas yra vystymosi procesas, kokios jo sąlygos ir eigos ypatybės, su kokiomis problemomis susiduriama laikantis vystymosi požiūrio. Vystymasis apibrėžiamas kaip procesas, ...kuriam vykstant, vienos rūšies objektai virsta kitos rūšies objektais. Dialektinė vystymosi proceso samprata yra metodologinio pobūdžio, paliekanti specialiesiems mokslams tirti tokių procesų specifiką. Vystymosi proceso pobūdis struktūrinio reiškinių aiškinimo aspektu dialektikos teorijoje paprastai išreiškiamas kiekybinių pakitimų perėjimo į kokybinius dėsniu. Perimamumo ryšys visuose vystymosi procesuose yra susijęs su tam tikru vienas iš kito išsivystančių objektų struktūros elementų bei ypatybių bendrumu. To ryšio pobūdis priklauso nuo vystymosi procesų specifikos. Vystymosi proceso eigos aiškinimui ypač svarbus jos savaimingumo aspektas. Jis yra šio proceso vidinio šaltinio problema ir leidžia pagrįsti vystymosi procesų natūralumą, remiantis vien jų pačių ypatybėmis. Visi dialektinės vystymosi proceso sampratos aspektai yra neatskiriami vieni nuo kitų ir yra logiškai susiję su visuotinio reiškinių sąryšio konstatavimu.
Straipsnyje atskleidžiama prieštaravimų dėsnio esmė, parodoma, kaip prieštaravimų įveikimo procese pašalinus vienus prieštaravimus atsiranda kiti. Teigiama, kad socialistinė visuomenė, būdama laisva ...nuo antagonistinių prieštaravimų, nėra išsivadavusi nuo prieštaravimų apskritai. Straipsnyje apžvelgiami šių prieštaravimų svarbiausi bruožai ir specifika. Neantagonistiniai socializmo prieštaravimai būdingi visoms visuomenės sferoms – ekonomikai, socialiniams santykiams, dvasiniam gyvenimui. Vieni iš jų būdingi tik socializmo fazei (jie liečia istorinio paveldėjimo reiškinius: tam tikrą darbo pasidalijimą, klasinius santykius, politinę struktūrą ir t. t.), kiti – visai komunistinei formacijai (gamybinių jėgų ir gamybinių santykių sąveika, gamybos ir vartojimo, bazės ir antstato, asmenybės ir visuomenės santykiai ir t. t.). Daroma išvada, kad siekimas juos įveikti kartu yra kova už komunizmą: marksistiniu-lenininiu požiūriu, prieštaravimų dialektika suteikia teorijai ir praktikai tikrąją revoliucinę, kritinę-kūrybinę prasmę.