Masalah kesehatan mental menjadi isu global yang sangat umum terjadi, termasuk perubahan suasana hati, perbedaan kepribadian, ketidakmampuan mengatasi masalah, serta mengisolasi diri dari keramaian. ...Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), gangguan kecemasan dan stres menjadi gangguan mental yang paling sering terjadi dari 970 juta kasus yang dilaporkan sepanjang tahun 2019. Stres telah banyak dikaitkan dengan tidur. Penelitian ini akan mengungkap hubungan kondisi tidur pada manusia dengan tingkat stres yang sedang diderita dengan 5 tingkatan: normal, stres ringan, stres sedang, stres tinggi, stres sangat tinggi. Data yang digunakan merupakan data kontinyu dengan 8 fitur: ‘sr’ (snoring rate), ‘rr’ (respiration rate), ‘t’ (body temperature), ‘lm’ (limb movement), ‘bo’ (blood oxygen), ‘rem’ (rapid eye movement), ‘sh’ (sleeping hours), dan ‘hr’ (heart rate). Setiap fitur memiliki rentang nilai yang tidak sama, sehingga dilakukan normalisasi untuk menyeragamkan rentang tersebut. Hyperparameter tuning dilakukan dengan teknik k-fold cross validation dan model dirancang dengan algoritma klasifikasi Decision Tree serta Random Forest. Hasilnya, 5 fitur: tingkat mendengkur, laju respirasi, pergerakan anggota tubuh termasuk bola mata, serta detak jantung saat tidur berbanding lurus dengan tingkat stres. Semakin tinggi nilai kelima fitur tersebut mengindikasikan tingkat stres yang lebih tinggi. Sedangkan dengan 3 fitur lainnya: suhu tubuh, kadar oksigen, dan waktu tidur memberikan hasil sebaliknya. Dengan kata lain, ketiga nilai tersebut berbanding terbalik dengan tingkat stres yang diderita. Model Decision Tree memiliki akurasi 0,99 dan Random Forest memiliki akurasi 1,0. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan insight bagi peneliti lain pada bidang yang sama dan dapat menjadi acuan dalam mendeteksi stres yang sedang diderita.
Abstract
Stress is often associated with sleep. This research aims to uncover the relationship between human sleep conditions and the level of stress experienced, categorized into five levels: not stressed, very mildly stressed, mildly stressed, highly stressed, and very highly stressed. The data used consists of continuous data with eight features: 'snoring rate' (snoring rate), 'respiration rate' (respiration rate), 'body temperature' (body temperature), 'limb movement' (limb movement), 'blood oxygen' (blood oxygen), 'rapid eye movement' (rapid eye movement), 'sleep hours' (sleep hours), and 'heart rate' (heart rate). Each feature has a different value range, so normalization is performed to standardize these ranges. Hyperparameter tuning is done using k-fold cross-validation, and the model is designed using the Decision Tree and Random Forest classification algorithms. The results show that five features: snoring rate, respiration rate, limb movement including eye movement, and heart rate during sleep are directly proportional to the level of stress. Higher values for these five features indicate higher levels of stress. On the other hand, the other three features: body temperature, blood oxygen level, and sleep hours yield the opposite results. In other words, the values of these three features are inversely proportional to the level of stress experienced. The Decision Tree model has an accuracy of 0.99, and the Random Forest model has an accuracy of 1.0. The results of this research are expected to provide insights for other researchers in the same field and can serve as a reference for detecting ongoing stress.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh academic help-seeking dan resiliensi akademik terhadap stres akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di Indonesia. ...Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa semester akhir yang sedang mengerjakan skripsi di Indonesia. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain regresi berganda. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalh teknik snowball. Alat ukur untuk variabel stres akademik pada penelitian ini menggunakan skala Student-Life Stress Inventory (SLSI) yang dikembangkan oleh Gadzella (1994) yang telah dimodifikasi sehingga item yang digunakan pada penelitian ini dengan total 23 item menggunakan 5 skala likert. Skala untuk variabel academic help-seeking pada penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Karabenick (2003) dengan total 13 item menggunakan 6 skala likert dan untuk variabel resiliensi akademik menggunakan skala Academic Resilience Scale (ARS-30) yang dikembangkan oleh Cassidy (2016) dengan 30 item menggunakan 5 skala likert. Hasil uji hipotesis yang menggunakan regresi berganda pada penelitian ini nilai r² = 0.329. Dengan demikian dapat dikatakan academic help-seeking dan resiliensi akademik secara bersama-sama mempengaruhi stres akademik mahasiswa sebesar 32,9%.
Mahasiswa sebagai bagian dari sekelompok individu yang merupakan bagian dari sasaran integrasi akademik, menjadi kelompok yang rentan untuk mengalami ketidakseimbangan homeostatis akibat stres yang ...berasal dari kehidupan akademik. Peningkatan kejadian stress akademik akan meningkatkan kemampuan akademik yang mempengaruhi index perestasi dan beratnya stress dapat menyebabkan seseorang berperilaku negatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat stress akademik terhadap siklus menstruasi pada mahasiswi Prodi D3 Farmasi tingkat 1 (satu) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mataram. Metode yang digunakan adalah metode penelitian korelatif dengan uji chi - square. Digunakan teknik purposive sampling hingga diperoleh sampel sebanyak 35 orang. Instrumen penelitian merupakan kuesioner yang didasarkan atas variabel penelitian, yakni tingkat stress dan siklus menstruasi. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa 10 orang (28,4%) memiliki tingkat stres normal, 15 orang (42,4%) memiliki stress tingkat ringan, 8 orang (22,8%) memiliki stress tingkat sedang, dan 2 orang (5,7%) memiliki stress tingkat berat; 5 orang (14,2%) mengalami polimenorea, 24 orang (68,5%) memiliki siklus menstruasi normal, 6 orang (17,1%) mengalami oligomenrea. Hasil analisa bivariat pada SPSS dengan menggunakan ujichi – square menunjukkan nilai korelasi korelatif (r) sebesar 0,760 dan nilai p sebesar 0,000(p < 0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara tingkat stress dengan siklus menstruasi mahasiswi D3 Farmasi Tingkat 1 (satu) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Mataram. Kesimpulan berdsarkan hasilpenelitian pada mahasiswi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat stress dengan siklus menstruasi mahasiswi D3 Farmasi Tingkat 1 (satu) Universitas Muhammadiyah Mataram (p=0,000; p=<0,005 dengan besar korelasi r=0,760).
Keselamatan menjadi salah satu isu global dalam rumah sakit. Rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pengelolaan keselamatan pasien. Upaya yang harus dilakukan ...dengan menerapkan budaya keselamatan pasien. Setiap perawat memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan pasien, namun dalam hal ini terdapat faktor individu mempengaruhi terlaksananya budaya ini adalah tingkat stres yang dialami petugas terutama perawat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan stres kerja perawat dengan pelaksanaan budaya keselamatan pasien. Desain penelitian ini kuantitatif korelasional dengan rancangan cross sectional. Populasi menggunakan 197 perawat RSUD dr. Gondo Suwarno, sampel penelitian 132 perawat diambil dengan teknik proportional random sampling. Alat pengambilan data menggunakan Kuesioner expanded nursing stress scale (ENSS) dan kuesioner Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSOPSC). Analisa data menggunakan uji spearman rank. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Stres kerja perawat sebagian besar dalam kategori rendah sebanyak 60 responden (48,5%), pelaksanaan budaya keselamatan pasien sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 80 responden (60,6%). Hasil uji hipotesis didapatkan nilai p value 0,000 dengan nilai r -0,477 yang berarti ada hubungan cukup signifikan antara stres kerja perawat dengan pelaksanaan budaya keselamatan pasien di RSUD dr.Gondo Suwarno Ungaran.
The menstrual cycle is the distance between the first day of menstruation and the first period of the next menstruation. One of the faktors that influence the menstrual cycle is stres. Stres can ...stimulate the release of the hormone cortisol, which is a product of glucocorticoid adrenal cortex. This hormone affects the amount of progesterone in the body. This hormonal imbalance will cause changes in the menstrual cycle. The purpose of this study was to analyze the relationship between stres levels and the menstrual cycle of UIN Sunan Ampel Surabaya students. This research was an observational analytic study with a sampling design using simple random sampling with a total of 30 respondents. Data collection techniques use the DASS 42 questionnaire to measure stres levels and the menstrual cycle pattern questionnaire to measure the menstrual cycle. Data analysis using Fisher's exacs test and the results obtained p = 0.031, so it means that there is a relationship between the level of stres with the menstrual cycl. ABSTRAK Siklus menstruasi adalah jarak antara hari pertama menstruasi dengan hari pertama pada menstruasi berikutnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh stress yang merangsang pengeluaran hormone kortisol yang merupakan produk dari glukokortiroid korteks adrenal yang disintesis di zona fasikulata. Hormon ini mempengaruhi jumlah hormone progesterone di dalam tubuh. Ketidakseimbangan hormon ini akan menyebabkan perubahan siklus menstruasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi mahasiswai UIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dengan jumlah 30 responden. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner DASS 42 untuk mengukur tingkat stres dan kuesioner pola siklus menstruasi untuk mengukur siklus menstruasi. Analisis data menggunakan Fisher’s exacs test dan didapatkan hasil nilai p=0.031. Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel lain yang mempengarusi siklus menstruasi dan menamba jumlah sampel agar diperoleh data yang lebih baik.
The problem of work stress in an organization is an indication that needs to be observed since demands for efficiency in work begin to emerge. Leaders need to manage work stress effectively so that ...its negative impact on the company can be minimized. Work stress can cause individuals or employees to experience ongoing anxiety, increased emotional tension, disturbances in thought processes, and significant physical impacts. The aim of the research is to analyze work stress in production workersSpring bed at Company X. The type of research used is a quantitative approachcross sectional. The sample in this study consisted of 62 workers. Data analysis using testschi square. The results showed that there was a significant relationship between age (p-value 0.017), gender (p-value 0.017) and work time (p-value 0.04) with work stress. There is no relationship between work fatigue (p-value 0.66) with work stress. This is caused by two factors, namely work environment and organizational factors. Workers are expected to use rest time to stretch their muscles, ensure adequate nutritional and mineral water intake, and comply with guidelines for using personal protective equipment to maintain occupational safety and health.
Lansia yang mengalami kondisi stres akan berdampak pada kualitas sumber saya manusia di Indonesia. Pandemi Covid-19 mengakibatkan beragam perubahan yang mengakibatkan munculnya stres, termasuk pada ...kelompok lanjut usia (lansia). Kondisi stres yang dialami oleh lansia dapat memengaruhi kualitas lansia di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi, stressor, strategi koping, dan praktek koping terhadap stres pada lansia selama masa pandemi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitiatif dengan desain cross sectional study yang melibatkan 210 responden berusia lansia. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial menggunakan uji tabulasi silang dan uji regresi. Responden perempuan dalam penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan responden laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden berpendidikan tinggi yaitu tamat Perguruan Tinggi (PT). Lansia dalam penelitian ini mengalami tingkat stres dengan kategori yang rendah sebanyak 93,3 persen meskipun jumlah stres yang dialami akibat pandemi cukup banyak yakni sebanyak 22,9 persen. Stategi koping dan praktek koping yang dilakukan sudah sangat baik dilakukan oleh lansia dalam penelitian ini. Temuan menariknya adalah lansia yang menikah lebih banyak mengalami stres kategori tinggi. Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi stres pada lansia secara signifikan selama masa pandemi ialah adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, dan sumber stres. Hasil penelitian ini menyarankankan perlunya keterlibatan dan dukungan keluarga pada keluarga yang memiliki anggota keluarga berusia lansia.
KATA KUNCI KEYWORDS ABSTRAK COVID 19, perawat, stress kerja Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi dan bertujuan untuk memahami pengalaman perawat di ruang intensif yang rentan mengalami ...distres psikologis dan bagaimana mereka memaknai pengalamannya. Masih sedikit penelitian yang mencoba untuk menggali lebih dalam mengenai kondisi psikologis perawat dilihat dari sisi subjektif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap tiga orang perawat yang sedang atau pernah bekerja di ruang intensif. Satu perawat ditugaskan Ruang Isolasi COVID 19 yang pernah bertugas di ruang intensif. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa tema yang sama antar partisipan terkait dengan pengalaman mereka di ruang intensif dan ruang isolasi COVID 19 seperti adanya rasa cemas, pekerjaan yang melelahkan. Tema yang muncul sebagian besar mengandung emosi negatif dan distres psikologis yang dialami selama bertugas dalam konteks yang beragam antar partisipan. Terlepas dari emosi negatif, partisipan masih terdapat sikap positif yang menjadi motivasi mereka untuk tetap mengabdi. Penelitian ini mengungkapkan secara spesifik tantangan unik yang dialami oleh partisipan dan dampaknya terhadap kesehatan mental mereka yang tidak dapat dijelaskan melalui penelitian kuantitatif. ABSTRACT This study uses a phenomenological approach and aims to perceive nurses' experiences in the intensive room which has vulnerable to have psychological distress and how they interpret their experiences. There are limited studies that reveal about psychological distress from nurse’s subjective view. Data is collected through a depth of interviews with three new nurses, who are on duty in intensive care room and a nurse in the COVID 19 Isolation Room, who has also served in the ICU. The result of this study shows some similar themes about their experiences in intensive care and COVID 19 isolation room such as anxiety and exhausting job. Majority of theme contain negative emotion and psychological distress while on duty in special context among participants. Regardless negative emotion dominated, positive attitude that encourage instrinsic motivation to serve patiens live. The study revealed specific challenge and experience among participants and how affect their mental health which not revealed from quantitative study.