Amaç: Hastanemiz iç hastalıkları polikliniklerine başvuran 65 yaş ve üzerindeki tip 2 diyabetes mellitusun eşlik ettiği hastalarda anemi sıklığını saptamayı ve aneminin morfolojik olarak dağılımını ...değerlendirmeyi amaçladık.
Yöntem ve gereçler: Dereli İlçe Devlet Hastanesi iç hastalıkları polikliniğine 01.01.2021– 01.01.2022 tarihleri arasında başvuran 65 yaş ve üzerindeki tip 2 dm’nin eşlik ettiği hastalar, retrospektif olarak incelenerek çalışmaya alındı. Hastaların hemogram ve biyokimya tetkikleri değerlendirildi. Hastaların anemi sıklığı ile yaş, cinsiyet, kronik renal yetmezlik ilişkileri değerlendirildi. Veriler SPSS programına kaydedilip, istatistiksel analizler yapıldı.
Bulgular: Çalışmamızda anemi sıklığı %24,4 olarak saptandı. Anemisi olan hastalar MCV değerlerine göre %26’ sı (26) mikrositer, %72’ si (72) normositer, %2’ si (2) makrositer anemi olarak sınıflandırıldı. Çalışmamızda kadınlarda, erkeklere göre anemi sıklığı açısından istatistiksel anlamlı farklılık tespit edildi (p=0,016). Artan yaş grupları ile anemi sıklığı arasında istatistiksel anlamlı farklılık gözlenmedi (p=0,088). Geriatrik diyabetik hastalarda kronik renal yetmezlik ile anemi arasında istatistiksel anlamlı farklılık tespit edildi (p=0,008).
Sonuç: Çalışmamızdaki hastalarda anemi sıklığı literatürle uyumlu olarak %24,4 olarak saptandı. Geriatrik diyabetik hasta popülasyonu gittikçe artmaktadır. Ülkemizde geriatrik gruptaki diyabetik hastalarda anemi ile ilgili çalışmalar kısıtlı olup, çok merkezli prospektif çalışmalara gereksinim duyulmaktadır.
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai adanya hiperglikemia diakibatkan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dikarenakan penurunan sekresi insulin atau ...penurunan sensitivitas insulin atau keduanya yang dapat menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. Pada pasien DM tipe 2 terjadi inaktifasi insulin hal ini menyebabkan kenaikan glukosa darah, glukosa darah yang berlebihan akan diikat oleh hemoglobin maka terbentuklah HbA1C. Tujuan Mengetahui Hubungan Kadar HbA1C dengan Kadar Kreatinin darah pada pasien Diabetes Melitus Tipe II di Laboratorium Klinik Sumber Waras Medica Blitar. Metode penelitian yang dilakukan adalah survey analitik dengan populasi sebanyak 60 orang dan sampel 30 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2023. Analisis data menggunakan Uji Korelasi Spearman-Rank. Hasil analisis data diperoleh bahwa nilai korelasi antara kadar HbA1c dan kadar kreatinin sebesar 0,219 sehingga tingkat korelasinya rendah. Untuk nilai probabilitas diperoleh hasil 0,245, dimana nilai ini lebih besar dari nilai alpha 0,05. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) dengan kadar kreatinin di dalam darah pada pasien DM tipe 2.
Diabetes mellitus adalah kelainan metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang jumlahnya terus meningkat sehingga meningkatkan jumlah pengunaan obat antidiabetik dan berisiko menimbulkan efek ...samping obat terutama pada fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antidiabetik dan hubungannya dengan kontrol glikemik dan serum kreatinin, serta hubungan kontrol glikemik dengan serum kreatinin pada pasien DM tipe 2 dengan gagal ginjal kronik rawat jalan. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional secara retrospektif menggunakan data rekam medik pasien. Kontrol glikemik dilihat dari gula darah puasa (GDP) dan gula darah 2 jam post prandial (GD2JPP). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari 83 data rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola pengunaan antidiabetik oral dengan GDP (p-value=0,546), namun menunjukkan hubungan yang signifikan antara pola pengunaan antidiabetik oral dengan GD2JPP (p-value=0,008) dan serum kreatinin (p-value=0,000). Hasil penelitian juga menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara GD2JPP dengan serum kreatinin (p-value=0,009).Kata Kunci: Diabetes, Kontrol Glikemik, Serum Kreatinin
Latar Belakang: Preeklamsia merupakan salah satu faktor risiko penyebab tingginya angka kematian saat masa kehamilan dan nifas. Preeklamsia akan menyebabkan kerusakan banyak organ, salah satunya ...organ ginjal. Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal adalah pemeriksaan kreatinin.
Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan rata-rata kadar kreatinin serum antara pasien dengan preeklamsia berat early onset danlate onset di RSUP DR. M. Djamil Padang.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di rekam medis RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Juni 2022 – Juli 2022 dengan jumlah sampel sebanyak 36 pasien preeklamsia berat early onset dan 36 pasien preeklamsia berat late onset.
Hasil: Hasil analisis bivariat memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara kreatinin serum preeklamsia berat early onset dan late onsetdengan uji Mann-Whitney (0,8; 0,7, p=0.023). Kreatinin serum dan indeks massa tubuh ditemukan berkorelasi secara signifikan dengan uji sperman (r=-,0325, p=0.005) dan tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara kreatinin serum dengan usia (r= -0,062, p=0.060), tekanan darah sistolik (r=0,152, p=0.020), dan diastolik (r=0,061, p=0.060).
Kesimpulan: preeklamsia berat early onset memiliki rata-rata kreatinin serum yang lebih tinggi daripada preeklamsia berat late onset, dan adanya korelasi yang signifikan antara kreatinin serum dan indeks massa tubuh.
Kata kunci: Preeklamsia berat, kreatinin serum, usia, tekanan darah, indeks massa tubuh
Latar belakang. Informasi keterlibatan ginjal pada penyandang talasemia-β mayor anak masih sedikit. Disfungsi ginjal dipengaruhi berbagai faktor seperti anemia kronis, hipoksia kronis, dan ...hemosiderosis. Neutrophil gelatinase associated lipocaline urin (NGALu) merupakan penanda biologis dini yang sensitif dan spesifik terhadap gangguan ginjal. Tujuan. Menilai disfungsi ginjal pada penyandang talasemia-β mayor anak menggunakan NGALu.Metode. Penelitian dengan rancang potong lintang dilaksanakan Oktober–November 2018. Subjek adalah penyandang talasemia β mayor anak di RS. Hasan Sadikin yang menggunakan kelasi besi deferiprondan dipilih secara consecutive sampling. Heteroanamnesis pada orang tua mengenai riwayat penyakit dan frekuensi transfusi. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan feritin serum, kreatinin serum, dan NGALu. Uji statistik menggunakan uji korelasi rank Spearman dengan nilai kemaknaan p<0,05.Hasil. Sebanyak 71 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 46 laki-laki dan 25 perempuan. Kadar rerata kreatinin serum 0,38±0,08 mg/dL, median feritin 2897,1 ng/mL, median NGALu 13,8 ng/mL. Peningkatan kadar NGALu ditemukan 11 (15%) subjek. Didapatkan korelasi negatif antara frekuensi transfusi dan kadar NGALu (r= -0,294, p=0,006). Tidak terdapat korelasi baik antara feritin serum dengan kreatinin serum maupun feritin serum dan NGALuKesimpulan. Disfungsi ginjal sudah terindikasi terjadi pada penyandang talasemia-β mayor anak.
Low-dose aspirin (75-100 mg/day) is a long-term platelet antiaggregation therapy for certain coronary heart disease (CHD) patients. This study aims to evaluate the long-term use of aspirin on kidney ...function by examining the changes in the levels of serum creatinine, blood urea nitrogen (BUN), and creatinine clearance of CHD patients. The research method used was a prospective observational cohort analysis. The number of study subjects was 37 CHD patients who took 80 mg/day of aspirin and never experienced kidney disease. Serum creatinine and BUN levels were examined in the 1st and 3rd month of the study. Patient creatinine clearance values were calculated using the Cockcroft-Gault equation. The results of the study showed that the mean levels of serum creatinine, BUN, and creatinine clearance on the 1st and 3rd month were 1.03 ± 0.27 mg/dL and 1.03 ± 0.29 mg/dL; 13.05 ± 4.10 mg/dL and 14.65 ± 4.44 mg/dL; 73.16 ± 18.14 mL/min and 72.92 ± 19.76 mL/min, respectively. The paired t-test results showed that the differences in the mean of creatinine serum, BUN, and creatinine clearance on the 1st and 3rd month were not statistically significant (p > 0.05). The One Way ANOVA test results on the effect of the duration of aspirin use on kidney function were also not statistically significant (p > 0.05) however there is a tendency to decrease creatinine clearance and increase in serum creatinine and BUN. Long-term use of low-dose aspirin has the potential to cause a decrease in kidney function that is seen from a decrease in creatinine clearance as well as an increase in serum creatinine and BUN.
Latar belakang. Cystatin-C dipertimbangkan menjadi pemeriksaan potensial pengganti kreatinin serum sebagai penanda fungsi ginjal. Kadar cystatin-C serum lebih mendekati nilai laju filtrasi glomerulus ...dibandingkan dengan kreatinin serum. Beberapa penelitian menyatakan bahwa cystatin-C dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan ras meskipun tidak sebesar pengaruhnya terhadap kreatinin.Tujuan. Menganalisis korelasi kadar cystatin-C serum dengan kreatinin serum dan apakah kadar cystatin-C serum dapat digunakan sebagai penanda fungsi ginjal bayi prematur.Metode. Penelitian observasional analitik, cross-sectional, dilaksanakan Februari−Mei 2012. Subjek adalah bayi prematur usia kehamilan 32–<37 minggu, lahir di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Cibabat Cimahi, dan RSUD Bandung. Dilakukan pemeriksaan kadar cystatin-C serum dengan metode particle-enhanced immunonephelometry dan kreatinin serum dengan metode Jaffe. Uji statistik menggunakan korelasi Pearson, kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05.Hasil. Terdapat 37 subjek bayi prematur, 23/37 subjek dilahirkan spontan dengan perbandingan jenis kelamin hampir sama. Kadar cystatin-C dan kreatinin serum rerata adalah 1,68 mg/L (IK 95%; 1,32–2,09) dan 0,99 mg/dL (IK 95%; 0,62–1,48). Hasil analisis mendapatkan korelasi bermakna kadar cystatin-C dengan kreatinin serum (r=0,621; p<0,001).Kesimpulan. Semakin tinggi kadar kreatinin serum, maka semakin tinggi kadar cystatin-C serum. Cystatin-C dipertimbangkan sebagai penanda untuk menilai fungsi ginjal bayi prematur.
Chronic Kidney Disease (CKD) complication increases the risk of morbidity and mortality in type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients. The presence of hypertension and dyslipidemia as comorbidity ...increases the risk of macrovascular and microvascular complications and further adding to the list of drugs used. Management of this comorbidity is essential to prevent cardiovascular events and minimize kidney damage. This study aimed to evaluate therapeutic profile of antihypertensive and antihyperlipidemia drugs towards kidney function in DMT2 patients with CKD complication at Dr. Hasan Sadikin Hospital. Study was done by using a prospective single cohort design with consecutive sampling technique and obtained 37 patients. Serum creatinine, ureum and eGFR values were collected from December 2017 to February 2018 and became the basis of analysis in this study. The result of this study showed that there was a significant decrease in creatinine serum (p < 0.05), ureum (p < 0.05) and a significant increase in eGFR value (p < 0.05) after three months therapy. Based on the result it can be concluded that therapeutic profile of antihypertensive and antihyperlipidemia can control kidney function in DMT2 patients with CKD complication after three months study based on serum creatinine, ureum and eGFR values. Bahasa Abstract Adanya komplikasi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Kemunculan komorbid hipertensi dan dislipidemia meningkatkan risiko komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular serta menambah jumlah jenis penggunaan obat. Manajemen terhadap komorbid tersebut sangat penting untuk mencegah kejadian kardiovaskular dan meminimalkan kerusakan ginjal. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi profil terapi antihipertensi dan antihiperlipidemia terhadap fungsi ginjal pasien DMT2 dengan komplikasi PGK di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Penelitian dilakukan menggunakan metode kohort prospektif dengan teknik consecutive sampling dan diperoleh sebanyak 37 pasien. Data kadar kreatinin serum, ureum dan nilai eGFR yang diperoleh dari Desember 2017 sampai Februari 2018 menjadi dasar analisis dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan bermakna dari nilai kreatinin serum (p < 0,05) dan ureum (p < 0,05) serta peningkatan bermakna nilai eGFR (p < 0,05) selama tiga bulan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa profil terapi antihipertensi dan antihiperlipidemia yang digunakan dapat mengendalikan fungsi ginjal pasien DMT2 dengan komplikasi PGK selama tiga bulan penelitian berdasarkan kadar kreatinin serum, ureum dan nilai eGFR.
Free radical is Carbon Tetra Chloride, which is organic toxic solution through liver, heart, and kidneys. Spirulina is green-blue algae which photosynthetic microalgae, spiral-shape, multicelullar ...and chemic-riched and able to correct body’s damage by free radicals, for instance Beta Carotene, amino acids, Gamma Linolenic Acid (GLA). The aims of this research is to discover whether Spirulina can correct kidneys function from CCl4-induction on white rats (Rattus norvegicus) with weight ±300 gram. Decreasing kidneys fungtion was evaluated by increasing blood ureum and creatinine levels. ANOVA analysis performed that CCl4 effect blood ureum and creatinin (p<0,05). Spirulina at dose 3,471 ml/300gr body weight was the most effective through correction kidneys function. ABSTRAK Radikal bebas Carbon Tetra Chloride merupakan pelarut organik yang bersifat toksik terhadap hati, jantung, dan ginjal. Spirulina adalah alga hijau-biru yang merupakan mikroalga fotosintetik, berbentuk spiral, multiseluler dan kaya senyawa kimia yang dapat memperbaiki berbagai kerusakan di dalam tubuh yang disebabkan karena radikal bebas, seperti Beta Carotene, Asam Amino, Gamma Linolenic Acid (GLA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari Spirulina yang dapat memperbaiki kerusakan fungsi ginjal akibat induksi CCl4 pada tikus putih dilihat dari kadar ureum dan kreatinin darah. Penurunan fungsi ginjal terjadi pada hari pertama setelah aklimatisasi. Penurunan fungsi ginjal dapat dilihat dari kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah. Hasil uji ANOVA pemberian CCl4 berpengaruh terhadap kenaikan ureum dan kreatinin darah (p<0,05). Spirulina 3,471 ml /300grBB merupakan dosis paling efektif dalam memperbaiki fungsi ginjal.