Nakon uvodnih napomena o informacijsko-telekomunikacijskoj tehnologiji koja je stvorila potpuno novi, specifičan, kibernetički prostor unutar kojeg pojedinci poduzimaju brojne i vrlo različite ...aktivnosti, u radu se analizira jedan od najčešćih oblika računalnog kriminala čiji je broj u stalnom porastu – kazneno djelo računalne prijevare iz čl. 271. Kaznenog zakona. Kako bi učinkovito odgovorio novim izazovima, zakonodavac je modalitete počinjenja ovog kaznenog djela postavio veoma široko, što je otvorilo pitanje njegova odnosa s drugim kaznenim djelima. Stoga se u radu, osim aktualne zakonske regulative, razmatra i pitanje stjecaja kaznenog djela računalne prijevare i drugih kaznenih djela. Posebno se ukazuje na vrlo raširenu uporabu zlonamjernih programa koji se koriste kao sredstva za prikupljanje računalnih podataka, što nameće potrebu za konstantnom edukacijom o sigurnim načinima korištenja suvremenom tehnologijom. Uočen problem konstantnog rasta prijava kaznenog djela računalne prijevare i iznimno visokog udjela nepoznatih počinitelja među njima, traži sustavno i cjelovito unapređenje mjera za njihovo otkivanje te naglašava potrebu za interdisciplinarnim znanjem kao nužnim uvjetom za uspješnu borbu protiv ovog oblika kriminaliteta.
Following the introductory remarks about information and telecommunication technology, which has created a fully new and specific cyberspace within which individuals undertake numerous and diverse activities, the paper analyzes one of the most common forms of computer crime, whose number is continuously increasing – the criminal offense of computer fraud under Article 271 of the Criminal Code. In order to effectively respond to the new challenges, the legislator has set the modalities of committing this criminal offense very broadly, which raises the question of its relationship with other criminal offenses. Therefore, in addition to the current legal regulation, the paper also considers the issue of the concurrence of the criminal offense of computer fraud with other criminal offenses. The paper particularly points to the highly widespread use of malicious software as a means of collecting computer data, which imposes the need for constant education on the safe ways of using modern technology. The observed problem of the constant increase in the number of reports of the criminal offense of computer fraud and the extremely high proportion of their unknown perpetrators calls for a systematic and comprehensive improvement of measures needed for their identification, and it emphasizes the need for interdisciplinary knowledge as a necessary condition for a successful fight against this form of crime.
Penelitian tentang disparitas pidana dalam putusan hakim terhadap tindak pidana psikotropika di Pengadilan Negeri Sleman ini menunjukkan bahwa di dalam praktik disparitas pidana dalam pengenaan ...sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana psikotropika memang terjadi. Penyebab terjadinya disparitas pidana terhadap tindak pidana psikotropika bersumber pada berbagai hal yakni: dari diri hakim, dari hukumnya sendiri, serta karakteristik kasus yang bersangkutan. Upaya meminimalisir disparitas pidana dapat dilakukan dengan mengefektifkan fungsi majelis hakim dengan menggunakan semua potensi yang ada pada diri hakim sendiri atau dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan yang diikuti oleh semua subsistem peradilan pidana agar memiliki persamaan visi dan misi terhadap peradilan pidana. Selain itu dapat digunakan suatu pendekatan dengan menciptakan pedoman pemberian pidana, meningkatkan peranan pengadilan banding, seleksi dan latihan para hakim, khususnya di Pengadilan Negeri untuk konsistensi kebijakan pemidanaan.
Penelitian tentang disparitas pidana dalam putusan hakim terhadap tindak pidana psikotropika di Pengadilan Negeri Sleman ini menunjukkan bahwa di dalam praktik disparitas pidana dalam pengenaan ...sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana psikotropika memang terjadi. Penyebab terjadinya disparitas pidana terhadap tindak pidana psikotropika bersumber pada berbagai hal yakni: dari diri hakim, dari hukumnya sendiri, serta karakteristik kasus yang bersangkutan. Upaya meminimalisir disparitas pidana dapat dilakukan dengan mengefektifkan fungsi majelis hakim dengan menggunakan semua potensi yang ada pada diri hakim sendiri atau dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan yang diikuti oleh semua subsistem peradilan pidana agar memiliki persamaan visi dan misi terhadap peradilan pidana. Selain itu dapat digunakan suatu pendekatan dengan menciptakan pedoman pemberian pidana, meningkatkan peranan pengadilan banding, seleksi dan latihan para hakim, khususnya di Pengadilan Negeri untuk konsistensi kebijakan pemidanaan.
Indonesia selama ini menanggulangi kejahatan terorisme bertumpu pada model pendekatan bersifat lunak dan keras. Pendekatan lunak dilaksanakan oleh BNPT RI bersama kementerian/lembaga terkait serta ...melibatkan unsur masyarakat. Pendekatan keras dilakukan oleh Polri dalam rangka penegakan hukum, bersama TNI. Perkembangan modus operandi kejahatan terorisme menuntut Indonesia dimasa depan untuk merumuskan model pendekatan baru yang didasarkan atas skala ancaman kejahatan terorisme terhadap keamanan nasional. Model “pendekatan cerdas†berupa soft-medium-hard dapat menjadi rujukan untuk batasan skala ancaman serta bentuk penanggulangan seperti apa dan bagaimana untuk menanggulangi kejahatan terorisme. Tulisan ini bertujuan mengetahui apa kebijakan kriminal Indonesia selama ini dalam penanggulangan terorisme dan menganalisis bagaimana kebijakan kriminal Indonesia menanggulangi terorisme di masa depan. Artikel ini berkesimpulan bahwa, pertama, selama ini Indonesia menggunakan kebijakan kriminal untuk menanggulangi kejahatan terorisme dengan dua model pendekatan, yaitu: bersifat lunak dan keras. Kedua, untuk masa depan, penanggulangan kejahatan terorisme dengan kebijakan pidana idealnya menggunakan pendekatan cerdas yang terdiri dari tiga model yaitu soft-medium-hard. Pendekatan soft dilakukan oleh BNPT RI, pendekatan medium oleh Polri-TNI, dan pendekatan hard oleh TNI-Polri. Kata kunci: Kebijakan Kriminal, Penanggulangan Terorisme, Pendekatan Cerdas
Pemalsuan adalah suatu kejahatan yang sering terjadi di masyarakat. Pemalsuan surat, dilakukan untuk kepentingan pelaku. Akselerasi teknologi informasi yang didukung dengan kemampuan intelektual ...pelaku menyebabkan tindak pidana ini semakin mudah dilakukan. Pasal 263 KUHP mengamanatkan bahwa salah satu unsur dari tindak pidana ini adalah “dapat menimbulkan kerugian.” Perdebatan mengenai definisi kerugian masih sering terjadi, mayoritas penegak hukum masih memandang bahwa kerugian hanya menyangkut masalah material saja. Dalam penelitian ini akan dianalisis dua isu yakni kebijakan kriminal tindak pidana pemalsuan dalam hukum positif dan pembuktian kerugian dalam tindak pidana pemalsuan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Bahan hukum dianalisis dengan menggunakan teknik deskripsi, teknik interpretasi dan teknik argumentasi. Kebijakan kriminal tindak pidana pemalsuan dalam hukum positif diatur dalam Buku II KUHP yakni Pasal 263 KUHP. Kebijakan kriminal dari pemalsuan surat meliputi tahap yudisial dan tahap aplikatif (penegak hukum). Pembuktian pemalsuan dilakukan untuk menegakkan kebenaran dan melindungi kepentingan korban. “Kerugian” meliputi kerugian materiil dan kerugian immaterial (kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya).
The raising of technology is unvoidable in change of human civilization. That influence in various aspect, and also in law enforcement. In the past, thief can only stealling gods by bring something ...unlawfull, definition of gods just limited for something can touch or see, with direct manner. In digital era thief not only can steal gods by direct manner but also with the other one, they have just only “clicked†one of the button, and get money or gods by break the account of the bank by use internet access ,we called cyber cryme. Currently with the murder of using cianida toxic, the expert witness talk about cctv evidence, the one agree and the other one disagree put in evidence categorie. In this era, need electronic evidence. Law of criminal procedure not recognize electronic evidence . that was not accordance with circumstance. uu ite recognize the digital evidence that permitted use in the other procedure law.
Organizirani kriminal predstavlja aktualan sigurnosni rizik u posthladnoratovskom europskom
sigurnosnom okruženju te kao šira društvena devijacija predstavlja izazov sigurnosno-
-obavještajnim i ...policijskim službama, tijelima sastavnicama nacionalne sigurnosti svake države
koja, u kooperativnosti i koordinaciji s partnerskim službama, rade na prevenciji i suzbijanju
kriminalnih aktivnosti zločinačkih udruženja. Organizirani kriminal po svojoj je naravi obilježen
određenom tajnovitošću, a za njegovo detektiranje državna tijela trebaju, u razmjernosti, koristiti
tajne mjere i radnje, koje ograničavaju temeljna ljudska prava i slobode zajamčene Ustavom i
međunarodnim konvencijama. Rad je tematski podijeljen na uvod, središnje dijelove u kojima
se analiziraju odnos nacionalne sigurnosti prema organiziranom kriminalu, rad sigurnosno-
-obavještajnih službi, transnacionalnost i razvoj organiziranog kriminala u Republici Hrvatskoj
s posebnim osvrtom na jugoistočnu Europu, uz pregled pravne regulative te na zaključna
razmatranja. Cilj je rada primjenom metoda analize, deskripcije i studije slučaja odgovoriti na
pitanje koliko je značenje i koliki je utjecaj organiziranog kriminala na nacionalnu sigurnost u
Republici Hrvatskoj te koje su mjere prevencije i suzbijanja te negativne društvene pojave.
organizirani kriminal, mafja, sigurnosni rizik, nacionalna sigurnost, obavještajne
službe, tajne policijske mjere
Dalam kaitannya dengan penafsiran, dapatkah Mahkamah Konstitusi menafsirkan suatu norma pidana dan dapatkah Mahkamah Konstitusi membuat hukum baru atas norma hukum pidana. Untuk menjawab masalah ...tersebut, digunakan penelitian hukum normatif, Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup: (1) penelitian terhadap asas-asas hukum, (2) penelitian terhadap sistematika hukum, (3) penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal, (4) perbandingan hukum, (5) sejarah hukum. Oleh karena itu, maka bahan yang digunakan adalah bahan sekunder yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Mahkamah Konstitusi melakukan judicial activism ketika norma tersebut melanggar hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Mahkamah Konstitusi melakukan judicial restraint ketika harus menyatakan sesuatu yang semula bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana.In relation to interpretation, can the Constitutional Court interpret a criminal norm and can the Constitutional Court make a new law on criminal law norms. To answer this problem, normative legal research is used. Normative legal research includes: (1) research on legal principles, (2) research on legal systematics, (3) research on vertical and horizontal synchronization, (4) comparison law, (5) legal history. Therefore, the materials used are secondary materials which are carried out through library research. Based on the results of the study, first: the Constitutional Court conducted judicial activism when the norm violated the constitutional rights of citizens guaranteed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, second: the Constitutional Court conducted a judicial restraint when it had to declare something that was not a criminal act.
Ovisnost o drogama kao kriminogeni čimbenik Markus Klarić, Marija; Klarić, Dubravko
Zbornik radova Pravnog fakulteta u Splitu,
10/2020, Letnik:
57, Številka:
4
Journal Article
Recenzirano
Odprti dostop
Zlouporaba droge, odstupanje od legalnih i moralnih normi, dovodi do nezakonitog, nerijetko kriminalnog ponašanja. Ovisnost, kao potencijalni uzrok kriminalnom ponašanju, prva je karika u kauzalnom ...lancu ostvarenja raznih oblika delinkvencije. Također treba imati u vidu dva prisutna stanja, počinjenje određenog kaznenog djela pod utjecajem droge, nabavljanje te konzumaciju droge. Kriminogeni čimbenik, koji će odrediti dimenziju samog kriminalnog ponašanja, sadržavat će subjektivnu životnu situaciju ovisnika, njegovu ovisnost kroz loše materijalno stanje, skupoću droge i sve veću potrebu za njom. Taj oblik kriminala može se razumijevati kao stečeni kriminal, jer da nije bilo ovisnosti kao važnog kriminogenog čimbenika, njegovih utjecaja na psihu, ovisnik vrlo vjerojatno ne bi ušao u zonu kriminala, odnosno ne bi se moglo govoriti o formiranju njegove kriminalne osobnosti i delinkventnog ponašanja. Pitanje kaznene odgovornosti, zapravo njegove subjektivne krivnje, kompleksno je. Koliki je značaj ovisnosti kao kriminogenog čimbenika, ovisit će isto tako i o samoj osobnosti ovisnika. Stvaranjem ovisnosti karakterne crte osobnosti se mijenjaju, zato kod kriminološke analize valja uzeti u obzir i ostale možebitne kriminogene čimbenike, ali i životnu situaciju osobe prije nego što je ušla u zonu zlouporabe droga.
Drug abuse as a form of deviation from legal and moral norm usually leads to illegal, criminal behavior. Drug addiction presents just one piece of a puzzle which might lead to an realization of various criminal acts. Two modalities has to be taken into consideration, on one hand, a perpetration of different criminal offenses under the influence of drugs and on the other hand an acquisition and drug consummation. Criminogenic factor which shall determine a dimension of criminal behavior comprises of addict’s subjective circumstances such as his addiction such as poor material condition, high price of drugs and increasing desire for the same. This type of criminal can be considered as an acquired criminal, since if the addiction did not occur, the addict would most likely not be engaged in the criminal behavior since his criminal personality might not be formed in that manner. An issue of an addict’s criminal liability, his subjective guilt, is layered and complex. The meaning of an addiction as a criminogenic factor will also depend on the personality of an addict himself. Since drug addiction undeniably alters personal traits, criminalistic analysis should take into an account also other potential criminogenic factors, such as the life situation of a person prior to the drug abuse.
U radu su definisani osnovni pojavni oblici kompjuterskog kriminala sa akcen- tom na krađu identiteta kao posebnom obliku koji bi de lege ferenda okarakte- risali i adekvatno propisali kao krivično ...delo u Krivičnom zakponiku Republike Srbije. Cilj ovog rada je da se pokaže mesto krađe identiteta u spektru raznih kriminalnih radnji koje se svrstavaju u visokotehnološki kriminal. Rad je po- deljen na tri celine. Prva predstavlja uvodno izlaganje u kome je opisan način na koji utiče veoma brz razvoj informacionih i komunikacionih tehnologija na razvijanje novih metoda za njihovu zloupotrebu, nakon čega su opisane defini- cije krađe identiteta i njene karakteristike. Drugi deo rada je posvećen načini- ma, obeležjima i modalitetima krađe identiteta, dok je u trećem delu značaj dat načinima zaštite i prevencije krađe identiteta te argumentovan predlog za njeno definisanje u Krivičnom zakoniku Republike Srbije. Na kraju rada dat je kratak sažetak u vidu zaključka.