Tulisan ini bertujuan melihat implikasi hukum penerapan pendaftaran perizinan perusahaan melalui OSS RBA terhadap UMKM dikaitkan dengan kepastian hukum dan bagaimanakah kendala hukum yang dihadapi ...oleh pelaku usaha dalam proses pendaftaran perizinan melalui OSS RBA. Masalah difokuskan Pemberlakuan Komitmen pemenuhan persyaratan dilakukan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan izin usaha atau izin komersial atau operasional yang telah diterbitkan. Apabila pemohon izin gagal dalam melakukan pemenuhan komitmen maka menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemohon. Guna mendekati masalah ini dipergunakan acuan teori dari Teori Kepastian Hukum. Data- data dikumpulkan melalui kepustakaan dan studi lapangan, dan alat pengumpul data studi dokumen dan wawancara dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kajian ini menyimpulkan bahwa Implikasi yang timbul adalah ketidaksesuaian antara klasifikasi usaha dengan proses. Sistem OSS RBA belum siap dilaksanakan, kendala masih sering dihadapi khususnya pada izin yang akan diberikan oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal pengembangan masih sulit dilakukan dan Kendala yang terjadi khususnya bagi daerah yang belum memiliki koneksi internet dan listrik, banyak pengusaha yang sulit melakukan perizinan pada OSS RBA karena belum dapat melakukan migrasi data dari OSS 1.1. pelaksanaan OSS RBA.
Consumer disputes may be resolved by non-litigation or litigation, with the latter being reserved for extreme cases. Companies are obligated to pay customers' compensation claims. The parties to a ...dispute should not be unfairly treated when the burden of evidence is not evenly distributed. In order to avoid an unfair burden of evidence mistakes that hurt other parties, the burden of proof has to be examined case by case. Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection specifies the burden of evidence in Article 28. When it comes to enforcing the law in Indonesia, doctrines are accepted sources of law from outside the country. An interesting topic for debate is the regulation and use of the res ipsa loquitur doctrine in consumer dispute resolution in Indonesia. This method has a normative legal bent. The Consumer Protection Law does not explicitly govern the res ipsa loquitur notion, even though it is acknowledged in Indonesian consumer dispute settlement. Applying res ipsa loquitur to consumer disputes may help ensure fairness, which is in line with the Consumer Protection Law's established reverse burden of proof.
AbstractThis study aims to find and determine the validity of the recognition of claims belonging to shareholder creditors and the legal protection of minority creditors. This study uses a normative ...juridical method with descriptive analysis specifications as well as a statute approach and a conceptual approach to determine the validity of the recognition of receivables belonging to shareholders and legal protection owned by minority creditors. The results obtained from this study are: First, Indonesian law has not regulated the position of shareholder creditors in PKPU so that their existence is still considered valid, resulting in a conflict of interest resulting in injustice experienced by minority creditors because of the large rights owned by shareholder creditors in the PKPU process. Second, the legal protection mechanism for minority creditors in the KPKPU Law is in the form of rejection of the peace plan by judges based on Article 285 of the KPKPU Law and objections to claims based on Article 279 jo. 280 The KPKPU Law has not been able to run effectively because it still depends on the discretion and judgment of the judge.Keywords: Suspension of Payment; Legal Protection; Minority Creditors; Shareholder Creditors.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengetahui keabsahan diakuinya piutang milik Kreditor Pemegang Saham dan perlindungan hukum yang dimiliki Kreditor Minoritas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analisis serta pendekatan perundang-undang dan pendekatan konseptual guna mengetahui keabsahan diakuinya piutang milik pemegang saham dan perlindungan hukum yang dimiliki oleh Kreditor Minoritas. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Pertama, hukum Indonesia belum mengatur mengenai kedudukan Kreditor Pemegang Saham dalam PKPU sehingga keberadaannya masih dianggap sah, sehingga terjadi benturan kepentingan yang mengakibatkan ketidakadilan dialami oleh Kreditor Minoritas karena besarnya hak yang dimiliki oleh Kreditor Pemegang Saham dalam proses PKPU. Kedua, mekanisme perlindungan hukum Kreditor Minoritas yang ada dalam UU KPKPU berupa penolakan rencana perdamaian oleh hakim berdasarkan Pasal 285 UU KPKPU dan bantahan piutang berdasarkan Pasal 279 jo. 280 UU KPKPU belum dapat berjalan efektif karena masih bergantung terhadap kebijaksanaan dan penilaian hakim.Kata Kunci: Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; Perlindungan Hukum; Kreditor Minoritas; Kreditor Pemegang Saham.
Berdasarkan konsep pengaturannya, penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan yang timbul dari pengaduan konsumen diwajibkan terlebih dahulu diselesaikan secara internal di lembaga jasa keuangan ...bersangkutan yang lebih kepada penyelesaian secara negosiasi atau penyelesaian secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Lebih lanjut lagi, apabila tidak tercapai kesepakatan penyelesaian pengaduan tersebut, konsumen dan lembaga jasa keuangan dapat melakukan penyelesaian sengketa, dengan cara penyelesaian melalui LAPS di sektor jasa keuangan masing-masing atau melalui pengadilan. Penulisan artikel ini pada dasarnya merupakan suatu hasil penelitian yang menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum terhadap asas-asas hukum, peraturan hukum serta perbandingan hukum dengan meotde pendekatan deskriptif analitis. Hasil penelitian, konsekuensi yuridis atas pemberlakuan POJK LAPS antara lain adalah diperlukan suatu perjanjian (klausul) pemilihan mekanisme penyelesaian sengketa baik itu forum arbitrase atau penyelesaian sengketa alternatif lainnya dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan yang sesuai dengan POJK LAPS. Pembaharuan atas kontrak-kontrak tersebut yang ideal untuk mendukung perlindungan hukum bagi konsumen dan lembaga jasa keuangan serta mendukung pembaharuan hukum kontrak di Indonesia.
Economic growth in Indonesia can be encouraged by increasing consumer confidence. In the event of a violation of consumer rights, consumers have the right to claim compensation from business actors, ...but in fact, consumers and business actors have an unequal position. Consumers have difficulties in terms of civil evidence. An imbalance in the distribution of the burden of proof is an injustice for the disputing parties. The research was conducted using normative juridical research methods and comparative research methods, namely research methods carried out by studying secondary data and library materials and approaches to comparing the laws of one country with the laws of other countries. This research was conducted through library research and field research to enrich the sources. The results of further research are described in descriptive writing that relates the problem to legal theory in evaluating the practices carried out by research objects. There are 2 conclusions from the research results. First, that the position of the re ipsa loquitur doctrine in the principle of proof in consumer protection cases is closely related to the evidence imposed by judges on business actors as parties who have responsibility for the products consumed by consumers as well as those who suffer less losses to provide more justice for consumers. and in line with the principle of proof contained in UUPK and the second conclusion is that the res ipsa loquitur doctrine can be applied in cases of consumer protection if it fulfills the elements that are the requirements of the application of the re ipsa loquitur doctrine.
PKPU merupakan proses bagi debitor untuk mengajukan rencana perdamaian. Rencana perdamaian yang telah disetujui oleh kreditor akan disahkan oleh hakim. Adanya rencana perdamaian yang telah disetujui ...oleh para kreditornya tetapi pengesahannya ditolak oleh hakim, karena imbalan jasa tim pengurus belum dibayar dan tidak ada jaminan pembayarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta rencana perdamaian dalam konteks perjanjian utang-piutang di RS X. Penelitian ini akan menganalisis permasalahan hukum mengenai imbalan jasa tim pengurus yang harus dibayarkan oleh debitor dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan melakukan analisis bahan pustaka atau data sekunder sebagai sumber utama. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dengan meninjau UU KPKPU. Pendekatan kasus juga diterapkan, merujuk pada kasus penolakan pengesahan perdamaian oleh hakim. Hasil penelitian menunjukkan, pertama bahwa imbalan jasa tim pengurus merupakan kreditor preferen yang pembayarannya harus didahulukan. Kedua, bahwa pertimbangan hakim dalam memutus perkara tidak tepat karena imbalan jasa tim pengurus merupakan kesepakatan antara debitor dan pengurus. Adanya peran pengurus dan hakim pengawas dalam menentukan imbalan jasa tim pengurus. Apabila tidak ada kesepakatan imbalan jasa tim pengurus antara debitor dan pengurus, hal ini dapat ditetapkan oleh hakim pengawas.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan telah mengatur pembagian kewenangan masing-masing organ yayasan yang terdiri dari Pembina, ...Pengurus, Pengawas, namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyalahgunaan kewenangan organ yayasan yang melanggar fungsi dan tujuan yayasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pertanggungjawaban organ yayasan terhadap terhadap praktik penyalahgunaan fungsi dan tujuan yayasan, beserta akibat hukum yang timbul atas tindakan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji dan memahami kenyataan yang ada kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Tahapan penelitian berfokus pada studi kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil menunjukan bahwa akibat hukum yayasan terhadap praktik penyalahgunaan fungsi dan tujuan yayasan diantaranya meliputi pemberian sanksi administratif, perubahan susunan kepengurusan yayasan, pemeriksaan terhadap yayasan, pembubaran yayasan, dan pemberian sanksi pidana. Selanjutnya, pertanggungjawaban hukum organ yayasan terhadap praktik penyalahgunaan fungsi dan tujuan yayasan terbagi menjadi tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab renteng, yang dibebankan ketika organ yayasan terbukti melakukan pelanggaran atau menyalahkan aturan yang mengakibatkan pada kerugian.
Special Purpose Vehicle (SPV) merupakan perseroan terbatas (PT) yang didirikan badan usaha lain untuk membangun suatu proyek dalam skema pembiayaan proyek. Pembiayaan proyek merupakan metode ...penggalangan dana yang bersumber dari kredit yang diberikan para kreditor dan modal yang disetorkan oleh badan usaha pendiri. Pentingnya membahas hubungan hukum antara badan usaha pendiri dengan SPV dalam pembiayaan proyek adalah karena proses pembiayaan proyek merupakan suatu transaksi yang sangat berkembang di Indonesia, tetapi masih sangat minim dibahas dalam analisis hukum. Penulis bertujuan untuk menentukan hubungan hukum antara SPV dengan badan usaha pendiri dan mengidentifikasi kedudukan hukum SPV dalam transaksi pembiayaan proyek. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam artikel ini berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi bersifat deskriptif-analitis. Teknik pengumpulannya adalah studi pustaka pada beberapa perpustakaan dan firma hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk hubungan hukum antara SPV dengan badan usaha pendiri adalah kepemilikan saham dan sebagai penjamin di perjanjian kredit antara SPV dengan kreditor. Penulis juga menyimpulkan bahwa SPV memiliki kedudukan hukum yang mandiri terhadap badan usaha pendiri dalam transaksi pembiayaan proyek. Meskipun demikian, penulis menganalisis bahwa masih ada ketidakpastian pengaturan mengenai batasan hubungan dan tanggung jawab hukum dari badan usaha pendiri terhadap SPV dalam kerangka hukum perusahaan Indonesia. Penulis merekomendasikan beberapa teknis praktik dan pengaturan tambahan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terkait hubungan hukum SPV dengan badan usaha pendiri serta terkait kedudukan hukum SPV itu sendiri.