Pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Menerapkan pola makan sehat, menjalani olah raga secara rutin, menjaga berat badan ideal, mengelola stress dengan baik, dan melakukan pengecekan ...gula darah secara rutin. Disamping itu menghilangkan kebiasaan tidak sehat seperti berhenti merokok, meminum alkohol dan tidur cukup 7 jam dalam sehari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencegahan Diabetes Melitus Di Palembang. Metode dalam Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini semua orang yang berisiko terkena Diabetes Melitus di Palembang. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - September 2021. Penelitian dianalisis univariat yang menggambarkan distribusi frekuensi dan rata-rata. Hasil penelitian didapatkan pencegahan diabetes melitus dengan melakukan pola makan yang baik 95 (86.36%) responden, melakukan olehraga dalam kategori kurang 91 (82.73%) responden, yang mengalami obesitas 24 (21.82%) responden, dan 110 (100%) responden tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat memicu diabetes melitus Di Palembang. Saran Keterampilan perawat sebagai edukator lebih ditingkatkan terkait dengan pencegahan diabetes melitus untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus.
Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia. Salah satu komorbid dari TB adalah penyakit Diabetes Melitus (DM).
...Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pasien Tuberkulosis paru tanpa dan dengan Diabates Melitus di RSUD Sungai Dareh Dharmasraya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif restrospektif dengan pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Sampel diambil dari rekam medik pasien yang didiagnosis TB paru tahun 2020 di RSUD Sungai Dareh Dharmasraya.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan 74 pasien TB paru tanpa DM dan 21 pasien TB-DM. Penelitian ini menunjukkan kelompok umur terbanyak pasien TB paru tanpa DM 35-44 tahun (28,4%) dan pada pasien TB-DM 45-54 tahun (33,3%). Jenis kelamin laki-laki paling banyak pada TB paru tanpa dan dengan DM (60,8% : 85,7%) serta status IMT adalah underweight (63,5% : 52,4%). Gejala klinis terbanyak pada TB paru tanpa DM adalah batuk (74,3%) dan TB-DM adalah sesak napas (76,2%). Hasil BTA sputum terbanyak pada TB paru tanpa DM adalah 3+ (37,8%) dan pada TB-DM adalah 1+ (38,1%). Hasil TCM TB Paru tanpa dan dengan DM terbanyak adalah Mtb detected Rif resisten not detected (83,8% : 76,2%). Hasil radiologi terbanyak pada TB paru tanpa DM di lapangan atas paru (18,9%) tanpa kavitas (60,8%) sementara pada TB-DM di lapangan bawah paru (28,5%) tanpa kavitas (61,9%).
Kesimpulan: Sebagian besar pasien TB paru dengan DM mengeluhkan gejala klinis sesak napas, dan pada pasien TB paru tanpa DM lebih banyak mengeluhkan batuk.
By 2030 it is predicted that there will be 52 million deaths per year due to NCD, an increase of 9 million from 38 million people today. The purpose of this research was to describe the risk factors ...for NCD in Medan using the stepwise WHO. This research method is a quantitative method with a cross-sectional design. Univariate and Bivariate analysis using the Chi Square test were carried out in this research. 799 participants were recruited using accidental sampling technique. The place of this research was conducted in Medan City, North Sumatra Province. The results of this research indicate that age 55-59 years, last elementary school education, work as an entrepreneur and not eating vegetables are risk factors for diabetes mellitus in this research. It is suggested that local health workers provide health education through outreach to the community, especially the people of Medan City, on how to reduce the risk of increased blood sugar or diabetes mellitus incidence. In addition, participants or the community are expected to be able to maintain a good diet, namely by implementing balanced nutrition, especially paying attention to adequate vegetable consumption.
Prevalensi diabetes melitus di Provinsi Jambi mengalami peningkatan dari 1,2% pada 2013 menjadi 1,4% pada 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian ...diabetes melitus di Provinsi Jambi. Studi potong lintang ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Data menyangkut jenis kelamin, usia, status merokok, aktivitas fisik, status gizi, dan hipertensi dari 14.296 responden dianalisis. Hubungan antara variabel bebas dan kejadian diabetes melitus dianalisis secara bivariat menggunakan Uji Chi-square (X2) diikuti oleh analisis multivariat menggunakan Uji Regresi Logistik Berganda. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi diabetes melitus di Provinsi Jambi sebesar 1,5%. Faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus adalah usia (AOR=4,058; 95% CI= 2,409-6,837) dan hipertensi (AOR= 1,841; 95% CI= 1,192-2,841). Studi ini menemukan usia merupakan faktor dominan kejadian diabetes melitus di Provinsi Jambi. Prevalensi diabetes melitus bisa diturunkan dengan melakukan pengecekan kesehatan secara berkala (gula darah, tekanan darah, dan kolesterol), berhenti merokok, rajin beraktivitas fisik, diet yang sehat dan seimbang, serta istirahat yang cukup utamanya pada kelompok usia ≥45 tahun.
Clients with diabetes mellitus often experience anxiety in taking medication. This can interfere with the treatment process, reducing the mechanism of the treatment being carried out. This study aims ...to analyze the relationship between client self-efficacy and anxiety levels when taking treatment at the hospital. This study uses a quantitative design with a cross-sectional approach. The sample in this study consisted of 133 respondents, and the sampling technique used was consecutive sampling. Data collection used the DMSES (Diabetes et al.) and HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale) questionnaires. The results showed that the p-value = 0.001 and r = - 0.693. This indicates that there is a relationship between self-efficacy and the level of anxiety of patients with diabetes mellitus and has a negative correlation; namely, the higher the self-efficacy, the lower the anxiety level of the respondents. It is hoped that these results can serve as a record for both patients and health workers so that they pay more attention to each other's health and so that health workers, especially nurses, are expected to be able to assess the level of anxiety experienced by patients with Diabetes Mellitus.
Diabetes Melitus akan mengakibatkan berbagai komplikasi sehingga harus segera dikendalikan. Terapi dzikir dapat memberikan efek relaksasi dan ketenangan jiwa yang dapat merangsang HPA Axis untuk ...menurunkan produksi hormon kortisol sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. Tujuan studi kasus ini untuk mendapatkan gambaran penerapan terapi dzikir pada klien diabetes melitus tipe II terhadap kadar gula darah sewaktu. Desain deskriptif berupa studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Untuk pengukuran kadar gula darah sewaktu menggunakan glucotest. Terapi dzikir dilakukan pada 2 subyek studi kasus pada klien DM di RW II Wonoplumbon. Intervensi dilakukan dengan cara memfokuskan dan menenangkan pikiran kemudian membaca kalimat dzikir dengan dihayati artinya dilakukan selama kurang lebih 15 menit. Intervensi diberikan selama 3 hari dalam sehari dilakukan dua kali pada pagi dan sore hari. Penurunan rerata kadar glukosa darah pada kedua subyek studi setelah dilakukan intervensi terapi dzikir selama 3 hari yaitu sebesar 12 mg/dL. Terapi dzikir 15 menit setiap hari selama 3 hari mampu menurunkan kadar gula darah sewaktu pada klien diabetes melitus.
Penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit degeneratif yang berlangsung kronis, ...sehingga seringkali menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi akibat Diabetes Melitus dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian. Insiden penyakit Diabetes Melitus meningkat dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu deteksi dini dan pengenalan faktor resiko penyakit Diabetes Melitus pada masyarakat usia lansia dan pralansia sangat penting dilakukan, supaya dapat mencegah penyakit ini sejak dini. Desa Ngadiwono, merupakan salah satu desa di kecamatan Tosari, kabupaten Pasuruan yang belum memiliki poliklinik maupun puskesmas pembantu sebagai salah satu layanan kesehatan yang penting sebagai usaha peningkatan kesehatan masyarakat, namun sudah memiliki Polindes dan Posyandu. Maka perlu dilakukan program pengabdian masyarakat ini sebagaisalah satu upaya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pencegahan penyakit Diabetes Mellitus sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Skrining penyakit Diabetes Melitus dilakukan melalui pemeriksaan kadar gula darah sewaktu. Selanjutnya dilakukan edukasi dengan ceramah kesehatan dan pemberian brosur. Tahapan terakhir yaitu monitoring, dengan melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah kembali di akhir program. Sasaran program pengabdian masyarakat ini adalah masyarakat usia lansia dan pralansia di Desa Ngadiwono, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan persentase warga yang memiliki kadar gula darah kategori Diabetes Melitus dari 10,67% menjadi 6,67%
Abstrak Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau ...ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) atau kedua-duanya. Peningkatan kadar HbA1c dan peningkatan kadar D-dimer merupakan dua kondisi pemeriksan hematologi yang bisa ditemukan dalam perjalanan penyakit DM tipe 2. Objektif: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar Hba1c dengan kadar D-dimer pada pasien diabetes melitus tipe 2 . Metode: Penelitian ini merupakan analitik dengan pendekatan cross sectional pada data sekunder pasien diabetes melitus tipe 2 yang dilakukan pemeriksaan kadar HbA1c dan kadar D-dimer dengan alat POCT. Sampel penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis DM tipe 2 dengan kadar HbA1c terkontrol (≤7 %) di Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. Dr. M Ali Hanafiah Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar sebanyak 20 sampel. Waktu penelitian periode November 2020–April 2021. Hasil: Penelitian diperoleh nilai rerata untuk kadar HbA1c pasien DM tipe 2 sebesar 5,925% dan kadar D-dimer sebesar 432 ng/mL. Analisis statistik uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar HbA1c dengan kadar D-dimer (r=0,081; p=0,257). Kesimpulan: Pada penelitian ini dapat disimpulkan tidak ditemukan korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar D-dimer pada diabetes melitus tipe 2. Kata kunci: D-dimer, Diabetes Melitus Tipe 2, HbA1c Abstract Background: Type 2 Diabetes is a metabolic disorder characterized by increased blood sugar due to decreased insulin secretion by pancreatic beta cells or insulin function disorders (insulin resistance) or both. Increased levels of HbA1c and increased levels of D-dimer are two conditions for hematological examination that can be found in the course of Type 2 diabetes. Objective: This study aims to determine whether there was a correlation between HbA1c levels and D-dimer levels in patients with Type 2 diabetes. Methods: This study was an analytic study with a cross sectional approach to secondary data for patients with type 2. 2 diabetes who were examined for HbA1c levels and D-dimer levels using POCT. The sample of this study were patients diagnosed with type 2 diabetes with controlled HbA1c levels (≤7 %) at Prof. Dr. M Ali Hanafiah Batu Sangkar, Tanah Datar Regency as many as 20 samples. The research period was November 2020 - April 2021. Results: Data analysis used univariate and bivariate analysis with the Pearson correlation test. Correlation was significant if p <0.05. The study obtained that the mean value for the HbA1c level of Type 2 diabetes patients was 5.925% and the D-dimer level was 432 ug / dL. The results of the bivariate analysis showed the relationship between HbA1c levels and D-dimer levels, the p value was 0.734 (> 0.05) and the correlation value (r) was 0.081. Conclusion: So it can be concluded that there is a weak correlation between HbA1c levels and D-dimer levels in patients with Type 2 diabetes.
Abstrak Latar Belakang: Proses menua menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup sehingga membuat pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia berisiko lebih tinggi memiliki penyakit penyerta. ...Objektif: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran penyakit penyerta pada pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2020 – Januari 2021. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data rekam medis. Ada 65 data yang memenuhi kriteria sampel dan data tersebut diolah, kemudian dianalisis melalui analisis univariat. Hasil: Hasil penelitian menujukkan bahwa pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia paling banyak terdapat pada kelompok umur 60-69 tahun (86,2%) dan jenis kelamin perempuan (55,4%) dengan jumlah penyakit penyerta yang ditemukan pada masing-masing pasien sebanyak 6 penyakit, baik berdasarkan umur dan jenis kelamin. Jenis penyakit penyerta terbanyak yang ditemukan adalah jantung dan pembuluh darah (23,2%), terutama penyakit hipertensi. Kemudian diikuti dengan penyakit infeksi (20,1%), termasuk Covid-19 dan selanjutnya kelainan darah (13,1%). Kesimpulan: Jenis penyakit penyerta terbanyak yang ditemukan adalah jantung dan pembuluh darah, terutama penyakit hipertensi. Kata kunci: diabetes mellitus tipe-2, lansia, penyakit penyerta
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah ekstravasasi darah yang masuk kedalam parenkim otak, yang dapat berkembang ke ruang ventrikel dan subarahnoid, terjadi spontan dan bukan disebabkan oleh trauma ...(non traumatis) dan merupakan salah satu penyebab tersering pada pasien yang dirawat di unit perawatan kritis saraf. Kejadian PIS 10-15% dari semua stroke dengan tingkat angka kematian tertinggi dari subtipe stroke dan diperkirakan 60% tidak bertahan lebih dari satu tahun. Kasus: Laki-laki 57 tahun, datang dengan keluhan penurunan kesadaran yang terjadi pada saat mau makan. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran GCS E1M4V1 dengan hemodinamik stabil, dan terdapat hemiplegi sinistra. Pasien diintubasi dan memakai ventilator di ruangan Instalasi Gawat Darurat Disaster sambil menunggu hasil skrining Covid 19 dengan swab polymerase chain reaction (PCR). Pada CT-scan ditemukan adanya PIS 48,93 cc di basal ganglia, capsula eksterna sampai periventrikel lateralis kanan, terjadi distorsi midline sejauh 1 cm ke kiri. Ventrikulomegali disertai perdarahan intraventrikel yang mengisi ventrikel lateralis kanan dan kiri, ventrikel III dan IV. Laboratorium menunjukkan gula darah di atas 200 mg/dl setelah dilakukan koreksi gula darah diputuskan untuk dilakukan tindakan kraniotomi evakuasi segera dengan pemeriksaan penunjang yang cukup. Tindakan kraniotomi evakuasi pada pasien PIS menjadi tantangan bagi seorang anestesi, sehingga diperlukan pengetahuan akan patofisiologi, mortalitas PIS dan tindakan anestesi yang harus dipersiapkan dan dikerjakan dengan tepat.