Rad prikazuje odnos estetike i pedagogije razmatrajući aspekte suda ukusa u odgojno-obrazovnom kontekstu. Usmjerava se na istraživanje mogućnosti subjektivnog i objektivnog određenja suda ukusa ...kritički razmatrajući moguće problemske implikacije koje nastaju zauzimanjem takvih pozicija u nastojanju njegova određenja. Razmatranjem koncepata suda ukusa rad donosi temeljne odrednice njegova razumijevanja u okviru estetike kao filozofske discipline oslanjajući se poglavito na Humeova i Kantova djela kao izvore i temelj za promišljanje odgojne uloge u njegovom oblikovanju. Analizom ključnih odrednica suda ukusa u njihovu mišljenju pružaju se implikacije putem kojih se iznosi povezanost, relevantnost i nužnost oblikovanja suda ukusa putem odgojno-obrazovne djelatnosti. Stoga rad ukazuje na potrebu za odgojem i obrazovanjem kao neizostavnim čimbenicima koji, osim što produbljuju razumijevanje estetskih vrijednosti, imaju utjecaj na oblikovanje njegove kvalitete i profinjenosti.
The paper presents the relationship between aesthetics and pedagogy by considering aspects of the judgement of taste in the educational context. It focuses on exploring the possibility of subjective and objective determination of the judgement of taste by critically considering the possible problematic implications that arise from taking such positions in an effort of its determination. By considering the concepts of the judgement of taste, the paper presents the fundamental concepts of its understanding within aesthetics as a philosophical discipline, relying mainly on Hume’s and Kant’s works as sources and basis for considering the educational role in its figuration. The analysis of the key determinants of the judgement of taste in their works provides the basis for implications through which the connection, relevance and necessity of shaping the judgement of taste through educational activities are presented. Therefore, the paper points to the need for upbringing and education as indispensable factors that, in addition to deepening the understanding of aesthetic values, have an impact on the formation of its quality and sophistication.
Pendahuluan: Estetika senyum seseorang merupakan faktor pendukung sangat penting dalam penampilan wajah karena saat sedang berbicara bukan hanya tertuju pada mata tetapi pada gerakan mulut. Pasien ...dengan estetika senyum yang sempurna dinilai lebih menarik dan dapat menerima hal-hal positif serta perilaku yang lebih baik.Estetika senyum yang buruk akan mengurangi kepercayaan diri pasien dan dianggap merugikan terutama dalam hal sosial dan pekerjaan. Faktor usia, jenis kelamin, dan pendidikan dalam penilaian terhadap senyum seringkali dipengaruhi oleh persepsi individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi estetika senyum pada mahasiswa yang belum dan sedang dalam perawatan ortodonti. Metode: Jenis penelitian adalah deskriptif observasional dengan desain cross-sectional. Penelitian ini menggunakan analisis lip line, smile arc, kesimetrisan senyum, dan buccal corridor mengambil sudut pandang frontal, karena saat berbicara maupun melihat ekspresi wajah lebih cenderung dipandang frontal daripada side profile. Teknik pengambilan sampel pusposive sampling, jumlah responden adalah 36 orang dari semester II dan IV yang sesuai dengan kriteria inklusi. Responden mengisi kuesioner berisi 4 pertanyaan. Masing-masing pertanyaan menampilkan foto yang diambil dari referensi sesuai dengan teori estetika senyum.Jawaban yang dipilih responden, dihitung dengan menggunakan perhitungan Landis dan Koch. Hasil: Sebanyak 72,2% responden yang belum melakukan perawatan ortodonti memiliki persepsi estetika senyum yang baik dan sangat baik, dan 88,9% responden yang sedang melakukan perawatan ortodonti memiliki persepsi estetika senyum yang baik dan sangat baik. Simpulan: Persepsi estetika senyum pada mahasiswa yang belum dan sedang dalam perawatan ortodonti mayoritas baik dan sangat baik. Kata kunci: estetika senyum; persepsi; perawatan ortodonti ABSTRACT Introduction: The smile aesthetics is an essential supporting factor in facial appearance because, in the middle of conservation, the focus will be laid on the eyes and the lips movement. Patients with perfect smile aesthetics are considered more attractive and can accept positive things and better behaviour. Poor smile aesthetics will reduce the patient’s confidence and be detrimental, especially in social and work terms. Individual perceptions often influence age, gender, and education factors in assessing a smile. This study aims to determine the perception of smile aesthetics among dental students who have not and are in orthodontic treatment. Methods: This research was descriptive observational with a cross-sectional design and used lip line analysis, smile arc, smile symmetry, and buccal corridor with a frontal point of view because when speaking or seeing facial expressions, people tend to be viewed frontally rather than side profile. The sampling technique was purposive sampling; the number of respondents was 36 people from the second and fourth semesters according to the inclusion criteria. Respondents filled out a questionnaire containing four questions. Each question displays a photo taken from a reference following the theory of smile aesthetics. The answer chosen by the respondent was calculated using Landis and Koch calculations. Results: 72.2% of respondents who have not had orthodontic treatment have a “good” and “very good” smile aesthetic perception, and 88.9% of respondents in orthodontic treatment have a “good” and “very good” smile aesthetic perception. Conclusion: The smile aesthetic perception among dental students who have not and are in orthodontic treatment are primarily “good” and “very good”. Keywords: smile aesthetics; perception; orthodontic treatment
AbstrakArtikel ini membahas tentang perempuan Bali dalam lukisan gaya Kamasan karya Mangku Muriati. Pembahasan dalam artikel ini berpijak pada dua hal yakni aspek psikobiografi dan karya-karya Mangku ...Muriati yang didalamnya terkandung konsep dan tema-tema tentang persoalan gender. Secara biografi, pengalaman Mangku Muriati yang tumbuh dan besar dalam lingkungan seni lukis Kamasan di desanya, juga latar belakang pendidikan akademis yang diperoleh di perguruan tinggi, serta profesi kepemangkuan dan kesenimanan yang Ia lakoni memberi pengaruh pada cara pandangnya dalam memahami gender yang kemudian disampaikan dalam karyanya. Selanjutnya dalam karya-karyanya, Mangku Muriati menghadirkan perluasan tema dari tema Pewayangan menjadi tema-tema keseharian khususnya tentang perempuan Bali masa kini dan peran mereka dalam kehidupan sosial. Karya-karya Mangku Muriati mengandung pernyataan ihwal sikapnya sebagai perempuan dalam memandang persoalan gender.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan bentuk estetika persepsi pendidikan seni tari sebagai konsep dalam pengembangan seni tari perguruan tinggi Islam di Indonesia. ...Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Akurasi data dilakukan dengan teknik triangulasi teknik dan sumber, selanjutnya dianalisis dengan model analisis data Milles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep estetika persepsi seni tari muncul untuk menjembatani berbagai macam penafsiran tentang tari Islami. Estetika persepsi seni tari dalam pendidikan tinggi Islam merupakan hasil dari pertemuan antara Islam, seni tari dan pendidikan. Pendidikan sebagai lembaga penerjemah ilmu pengetahuan mengakomodasi kebutuhan estetika dalam seni dan etika dalam norma agama menjadi bagian dari dasar pembentukan tari Islami. Diharapkan rumusan estetika persepsi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan seni tari di perguruan tinggi Islam di Indonesia. Abstract: This study aims to analyze and describe the aesthetic form of dance education perception as a concept in the development of dance Islamic tertiary institutions in Indonesia. The research method used was qualitative with observation, interview, and documentation data collection techniques. Data accuracy finished by triangulation techniques and source techniques, then analyzed with the miles and Huberman data analysis models. The results showed that the concept of aesthetic perception of dance emerged in order to bridge various interpretations of Islamic dance. The aesthetic perception of dance in Islamic higher education is the result of a meeting between Islam, dance, and education. Education as an institution translating knowledge accommodates the aesthetic needs in art and ethics in religious norms to be part of the basis for the formation of Islamic dance. Hopefully, this aesthetic perception formulation can use as a reference in the development of dance education in Islamic tertiary institutions in Indonesia.
straipsnis ir santrauka lietuvių kalba; santrauka anglų kalba
Šiame straipsnyje bandoma aiškintis, kaip balsas, garsas ir triukšmas tampa ugdymo objektu, instrumentu, aplinka ir kodėl jis svarbus ...dabarties ugdyme. Atsiribojus nuo grynai muzikinio ugdymo ir jo tikslų bei reikšmės meniniam ugdymui, straipsnyje diskutuojamos skirtingos teorijos ir jų prieigos, siekiama suprasti, kokią naudą gali teikti garso bendrajame ugdyme tyrimai ir ugdymas garsu. Analizei pasirinktos tradiciškai šiai tematikai taikomos kritine teorija paremtos kritinės pedagogikos prieigos. Šios, pabrėžiančios ugdytinio „balsą“, pratęsiamos postmodernistinės ir posthumanistinės ugdymo filosofijos prieigomis, kurioms rūpi garsas kaip aktualizuotas ir kaip potencialus bei triukšmo, kaip nepageidaujamo garso, percepcija. Galiausiai įvertinama, kad būdamos skirtingos daugeliu ugdymo tyrimų atvejų abi prieigos (kritinės pedagogikos ir postmodernistinės bei su ja siejamos posthumanistinės ugdymo filosofijos) yra viena kitą pastiprinančios ir atveriančios iki šiol nepakankamai suprastą ugdymo garsu reikšmę.